Zat penyedap rasa sintetik yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah boraks. Boraks merupakan senyawa berhidrat (natrium tetraborat) berupa padatan Kristal berwarna putih yang digunakan pada industri gelas dan enamel. Boraks termasuk dalam bahan kimia yang berbahaya kerena dapat terakumulasi dalam tubuh. (Surdijhani, et.,al, 2004). Bahan pengawet, penyedap dan pewarna buatan yang ditambahkan ke dalam makanan tidak boleh melebihi jumlah yang ditentukan karena sangat berbahaya. Penggunaan ketiga jenis bahan tambahan makanan tersebut harus mengikuti peraturan dari Departemen Kesehatan. Salah satu contoh bahan pengawet buatan adalah boraks, yang sebenarnya tidak diperkenankan digunakan pada makanan karena boraks merupakan bahan pengawet kulit. Penggunaan boraks dapat menyebabkan keracunan, bahkan kematian. Tanda-tanda keracunan boraks antara lain mual, pusing, demam, dan timbul bintik-bintik merah pada kulit (Sumantoro, 2008).
Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan pada industri pembuatan keramik dan pembuatan kaca. Boraks banyak disalahgunakan pada pembuatan mi, bakso, kerupuk dan lontong. Penambahan boraks dilakukan agar mi, bakso dan lontong yang dihasilkan kenyal dan tidak lembek. Mi yang menggunakan boraks dapat bertahan hingga tiga hari. Kerupuk yang menggunakan boraks akan mekar dengan baik ketika digoreng (Arisworo, et.,al, 2007).
Boraks biasanya digunakan dalam pembuatan bakso antara 0,1-0,5% dari berat adonan atau antara 1.000-5000 ppm. Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg berat tubuh (Saparinto dan Hidayati, 2009).
Penggunaan boraks atau bleng dalam produk tradisional untuk merenyahkan makanan sering dijumapai. Larangan penggunaan boraks untuk makanan di Indonesia telah dilakukan sejak bulan Juli 1979 dan ditegaskan oleh SK Menteri Kesehatan RI NO 722/Menkes/Per/IX/1988. Akumulasi dosis boraks yang cukup tinggi didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, kram perutdan mencret. Dosis didalam tubuh sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian pada anak kecil dan bayi, sedangkan untuk orang dewasa dosis 10-20 gram yang akan menyebabkan kematian (Nuraini, 2010).
A. Materi dan Metode
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Cawan
2) Pipet
3) Alat Bakar
4) Korek Api
b. Bahan
1) 5 gram sosis sapi, 5 gram sosis ayam, 5 gram bakso, 5 gram bakso pedas, dan 5 gram tempura yang diduga mengandung boraks
2) 10 tetes H2SO4 pekat
3) 2 ml Metanol absolute
2. Metode
a. Meletakkan masing-masing sampel sebanyak 5 gram kedalam cawan.
b. Memberikan masing-masing 10 tetes H2SO4pekat dan 2 ml Metanol absolute.
c. Membakar sampel dan melihat spektrum warna yang terjadi (apabila berwarna hijau maka mengandung boraks).
B. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel Uji Boraks dalam Bahan Pangan
No | Nama Bahan Pangan | Ciri- ciri | Asal Daerah | Ada/Tidak Boraks | Detik ke- |
1 | Sosis sapi | Warna Hijau | Kantin FP | Ada | 1 |
2 | Sosis Ayam | Warna Orange | Ngoresan | Tidak Ada | - |
3 | Tempura | Warna Orange | Gulon | Tidak Ada | - |
4 | Bakso pedas | Warna Orange | Jebres | Tidak Ada | - |
5 | Bakso Sapi | Warna Orange | Jaten | Tidak Ada | - |
Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan
Hasil praktikum pengujian boraks yang telah dilaksanakan pada 5 sampel diantaranya sosis sapi, sosis ayam, tempura, bakso pedas dan bakso masing-masing sebanyak 5 gram yang telah dihaluskan, menunjukkan bahwa 1 dari 5 sampel positif mengandung boraks. Ketika proses pembakaran, sampel sosis sapi menunjukkan spektrum api berwarna hijau kebiruan yang mengindikasikan adanya kandungan boraks didalamnya. Sedangkan pada sampel lain yaitu sosis ayam, tempura, bakso pedas dan bakso saat proses pembakaran menunjukkan spektrum api berwarna kuning-orange. Hal ini menunjukkan bahwa sampel negatif mengandung boraks.
Salah satu uji yang bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya kandungan boraks adalah dengan melibatkan reaksi oleh methanol dan asid dengan memperhatikan warna hijau yang muncul akibat nyala api oleh B(OMe)3 (Zakaria, et.,al,2004). Spektrum warna hijau hanya ditunjukkan pada awal pembakaran. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mengamati sampel, namun membutuhkan ketelitian dalam pengamatan spektrum warna yang timbul.
Sampel praktikum hanya 1 yang menunjukkan spektrum warna hijau saat proses pembakaran, yang menunnjukkan kandungan boraks positif. Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg berat tubuh. Akumulasi dosis boraks yang cukup tinggi didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, kram perut dan mencret.
C. Kesimpulan
Boraks merupakan pengawet sintetik yang biasa digunakan dalam industri keramik dan kaca, tidak layak untuk dicampurkan kedalam makanan. Besar kecilnya dampak menelan boraks tergantung pada jumlah atau konsentrasi boraks yang masuk dalam tubuh. Oraks merupakan racun bagi semua del, akumulasi dosis boraks yang cukup tinggi didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, kram perutdan mencret. Satu dari kelima sampel yang diuji, sosis sapi positif mengandung boraks sedangkan yang lain negatif. Hal ini ditunjukkan oleh spektrum warna yang ditunjukkan masing-masing sampel saat proses pembakaran dengan menggunakan metode yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Arisworo, Djoko dkk. 200. IPA Terpadu (Biologi, Kimia, Fisika). Grafindo Media Pratama. Bandung.
Nuraini, Henny. 200. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. QultumMedia. Jakarta Selatan.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 200. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Sumantoro. 200. Sains SD Kelas 1 (Edisi Revisi). Kanisius. Yogyakarta.
Surdijhani, Dian dkk. 200. Be Smart Ilmu Pengetahuan Alam. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Zakaria, dkk. 2004. Kimia Tak Organik Lanjutan. Univercity Teknologi Malaysia Press. Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar