Suatu ciri makhluk hidup disamping bernafas adalah memiliki panas tubuh, dimana hal ini menunjukkan bahwa makhluk hidup tersebut sedang melakukan proses metabolisme. Sistem pengaturan panas pada tubuh makhluk hidup diperlukan sehingga tercapai produksi panas (thermogenesis) dan pembuangan panas (thermolisis) menjadi seimbang. Produksi panas diperoleh dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian tubuh melakukan aktifitas untuk membakar energi. Dalam pembakaran energi inilah berarti sebagian panas akan dikeluarkan oleh tubuh. Pembuangan panas inilah yang membuktikan bahwa makhluk hidup telah melakukan aktifitas. Panas tubuh akan dikeluarkan melalui evaporasi (penguapan), yaitu melalui kelenjar keringat. Kelenjar keringat ini akan bekerja aktif apabila kondisi udara sangat panas. Suhu tubuh normal adalah panas tubuh yang terdapat dalam zona thermoneutral.
Kemampuan hewan ternak untuk menghilangkan panas dengan cara konveksi sangat terbatas. Kehilangan atau kenaikan panas untuk tubuh yang disebabkan makanan atau air minum yang dimakan dapat mempengaruhi jumlah produksi panas atau jumlah kehilangan panas. Karenanya untuk menyesuaikan hewan dengan kondisi di daerah tropis, ventilasi kandang ternak harus dibuat sehingga memungkinkan lancarnya aliran panas pada hewan ternak dan lingkungan sekitarnya.Suhu tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap, tetapi berkisar diantara batas titik, karena proses metabolisme di dalam tubuh tidak selalu tetap dan faktor suhu di sekitar tubuh. Suhu tubuh yang konstan akan tercapai apabila mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa.
Dalam praktikum ini kita diharapkan mengetahui panas tubuh yang diterima (sebelum hewan dipanaskan) dan panas yang dikeluarkan (setelah hewan dipanaskan) dan faktor lain yang berpengaruh tehadap thermoregulasi tubuh.
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Thermoregulasi adalah untuk mengetahui suhu tubuh, perbandingan suhu tubuh dan proses pelepasan panas pada beberapa hewan percobaan, diantaranya adalah kelinci, marmot, ayam, burung merpati, sapi, dan kambing.
B. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum I Thermoregulasi ini dilaksanakan pada pukul 09.00–12.00 WIB. Bertempat di Jatikuwung. Praktikum II dilaksanakan pada hari Sabtu pukul 09.00 – 12.30 WIB di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Metabolisme satu grum lemak menghasilkan 9,3 kalori panas kira- kira 9,0 kalori bila dibakar di luar atau di dalam tubuh. Sedangkan protein bila dibakar di luar tubuh menghasilkan 5,3 kalori, sedangkan pembakaran di dalam tubuh menghasilkan 0,1 kalori. Perbedaan produksi panas protein disebabkan oleh terjadinya ekskresi sisa-sisa nitrogen dan metabolisme protein. Perbedaan ini praktis hilang apabila sejumlah ekuivalen panas dari urine dan feses ditambahkan pada angka metabolik di protein itu (Frandson, 1992).
Panas yang dihasilkan pada metabolisme sel akhirnya dikeluarkan melalui permukaan tubuh, tetapi laju hilangnya panas ini tergantung pada jenis hewan. Kebanyakan hewan adalah ektotherme (Yunani, ektan = luar dan therme = panas), laju hialngnyaq panas itu begitu tinggi dan laju produksi panas begitu rendah, sehingga suhu tubuh ditentukan oleh suhu lingkungan dan bukan oleh metabolisme utama (Villee et. al., 1988).
Faktor-faktor penting yang memegang peranan utama dalam menentukan pembentukan panas adalah :
1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh.
2. Peningkatan kecepatan metabolisme yang disebabkan aktifitas otot.
3. Peningkatan metabolisme oleh efek tiroksin pada sel.
4. Peningkatan metabolisme oleh efek norepinefrin dan perangsangan simpatis pada sel.
5. Peningkatan metabolisme oleh suhu sel-sel tubuh (Guyton, 1983).
Ada beberapa langkah hewan endodermis dapat menggunakan panas bila ia kehilangan panas ke lingkungan lebih cepat dari panas yang dihasilkan (misalnya bila ia mulai dingin).
1. Hewan meningkatkan laju metabolisme dan jaringan-jaringannya. Banyak mamalia meningkatkan laju matabolisme ketika lingkungannya menjadi lebih dingin, tetapi merupakan suatu hal yang sangat kontroversi apabila manusia mampu melakukan hal ini.
2. Hewan dapat meningkatkan aktifitas fisik. Pada waktu istirahat, otot hanya menyumbang sedikit (kira-kira 16 %) pada panas badan.
3. Semakin besar rasio permukaan terhadap volume dari setiap bagian badan. Semakin cepat bagian tersebut dapat memindahkan panas ke lingkungan. Inilah mengapa panas di bagian badan sangat dingin, misalnya pemberian darah pada jejari dapat dapat turun sampai 1 % atau demikian dari suhu normal (Kimball, 1994).
Hewan berdarah panas mempunyai suhu tuuh yang tetap, sedangkan suhu kulit dan jaringan berubah-ubah. Bila suhu lingkungan lebih tinggi daripada suhu badan, maka reproduksi panas pada hewan berkurang. Pelepasan panas ditingkatkan, kegiatan kelenjar keringat meningkat dan pernafasan lebih cepat. Jadi mekanisme homeostatis tersangkut untuk mengatur keseimbangan suhu badan hewan berdarah panas (Sastrodinoto, 1990).
MATERI DAN METODE
A. Materi
1. Alat
a. Stopwatch
b. Thermometer
c. Sangkar jebakan tikus
2. Bahan
a. Kelinci
b. Marmot
c. Ayam
d. Burung merpati
e. Sapi
f. Domba
B. Metode
1. Pengukuran temperatur rectal ;
a. Skala thermometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan secara hati-hati.
b. Memasukkan thermometer ke dalam rectum hewan percobaan sekitar sepertiga bagian selama lima menit.
c. Mengulangi pengukuran sebanyak lima kali dan hasilnya dirata-rata.
2. Pengukuran proses pelepasan panas ;
a. Memasukkan hewan percobaan pada sangkar jebakan tikus.
b. Menjemur di bawah terik matahari selama 10 menit.
c. Mengelaurkan hewan percobaan dari sangkar jebakan tikus.
d. Mengukur suhu rectalnya.
e. Mengulangi sebanyak lima kali dan hasilnya dirata-rata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil pengamatan temperatur rectal pada hewan percobaan
No. | Temperatur rectal (celcius) | |||||
Kelinci | Marmot | Ayam | Burung merpati | Sapi | Domba | |
1. 2. 3. 4. 5. | 38,5 38,7 38,9 38,5 39,6 | 37,6 37,6 37,4 37,5 37,6 | 40 42 41,5 40,2 39,4 | 40,6 41,7 41,8 41,9 41,5 | 38,5 38,6 38,8 39 40 | 38,8 39,8 39,7 39,6 39,8 |
X | 38,64 | 37,54 | 40,62 | 41,5 | 38,98 | 39,54 |
Sumber data : Laporan sementara
Tabel 6.2 Hasil pengamatan pelepasan panas pada hewan percobaan
No. | Temperatur rectal (celcius) | |||
Kelinci | Marmot | Ayam | Burung merpati | |
1. 2. 3. 4. 5. | 38,9 39 39,2 39,2 39,4 | 40,6 40 39,5 39,6 39,5 | 42,5 42 39 41,5 40,2 | 41,7 41,4 41,3 41,4 41,3 |
x | 39,14 | 39,84 | 41,04 | 41,42 |
Sumber data : Laporan sementara
B. Pembahasan
Thermoregulasi adalah suatu sistem pengaturan panas pada mahluk hidup agar terdapat keseimbangan antara produksi panas (thermogenesis) dan pembungan panas (thermolisis). Penentuan suhu tubuh hewan percobaan melalui suhu rectal, karena pada bagian tersebut tidak sering bergerak sehingga suhunya akan relatif stabil dan tidak berubah-ubah.
Dari hasil percobaan yang diperoleh sebelum dijemur di bawah sinar matahari untuk kelinci adalah 38,64o C, sedang suhu normalnya adalah 37 oC – 39 oC (Akoso, 1993). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kelinci dan marmot dalam keadaan sehat. Dan ini dimungkinkan pengaruh dari suhu lingkungan atau suhu luar tubuhnya tidak begitu berarti. Begitu juga suhu yang diperoleh dengan pengukuran suhu terhadap marmot yaitu 37,54o C, yang jika disamakan suhu normalnya 37 oC – 39 oC (Akoso, 1993) tidak mengalami perbedaan.
Suhu rectal pada ayam 40,62o C sedangkan pada burung merpati 41,5 oC. Adapun suhu normal unggas adalah 40 oC – 42 oC (Akoso, 1993). Pada ayam mengalami perbedaan yang sangat sedikit sekali, dimungkinkan hal ini disebabkan karena kondisi tubuhnya tidak sehat atau pengaruh dari suhu lingkungannya. Sedangkan burung merpati menunjukkan dalam kondisi normal karena suhu lingkungan tidak begitu berpengaruh. Dilihat dari segi perbedaan hal ini disebabkan karena pengaruh dari luar yaitu suhu lingkungan dan dari dalam yaitu keadaan emosi atau yang lainnya, seperti kemampuan metabolisme berbeda dengan yang lainnya.
Pada sapi dan domba rectalnya 38,98 oC dan 39,54 oC. yang suhu normalnya sebenarnya adalah 38,3 oC-39,5 oC (Akoso, 1993). Jika dilihat perbedaan suhu pada domba tersebut, diakibatkan karena adanya pengaruh sinar matahari dan metabolisme yang sedang dialami domba tersebut. Walaupun pada sapi menunjukkan kesamaan terhadap suhu normal. Hal ini dikarenakan sapi mampu mengoptimalkan kemampuan tubuhnya terhadap kondisi suhu lingkungan dari dalam maupun dari luar.
Sedangkan suhu rectal dari kelinci, marmot, ayam, dan burung merpati setelah dilakukan pemanasan di bawah sinar matahari. Secara berturut-turut dapat diuraikan antara lain 39,14 o C ; 39,84 o C ; 41,04 o C ; 41,42 o C. Adapun rata-rata temperatur pelepasan normal dari kelinci dan marmot adalah 37 oC – 42 oC (Akoso, 1993). Jadi kondisi kelinci dan marmot masih dalam kondisi normal dan sehat. Hal ini jika dibandingkan dengan suhu rectal hewan sebelum di panaskan akan didapatkan perbedaan, sehingga mampu membuktikan bahwa panas yang diakibatkan sinar matahari ikut mempengaruhi pengukuran suhu rectal.
Rata-rata temperatur rectal hewan percobaan tertinggi adalah burung merpati 41,5 oC dan yang terendah adalah marmot 37,54 oC. Pada pelepasan panas suhu tertinggi burung merpati 41,42 oC dan terendah kelinci 39,14 oC. Perbandingan temperatur rectal serta pelepasan antara unggas dan mamalia adalah mamalia cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan unggas.
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dan pengamatan Thermoregulasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Untuk pengukuran temperatur rectal rata-rata pada kelinci 38,64 o C ; marmot 37,54 o C ; ayam 40,62 o C ; burung merpati 41,5 o C ; sapi 38,98 o C ; dan domba 39,54 o C.
b. Untuk pengukuran temperatur rectal pada proses pelepasan kalor rata-rata pada kelinci 39,14 o C ; marmot 39,84 o C ; ayam 41,04 o C ; dan burung merpati 41,42 o C.
c. Suhu tertinggi pengukuran temperatur rectal ialah burung merpati 41,5 o C, sedangkan yang terendah adalah marmot 37,54 o C. Dan pada pelepasan kalor suhu tertinggi burung merpati 41,42 oC dan terendah kelinci 39,14 oC.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan panas diantaranya adalah makanan dan minuman dalam proses metabolisme, temperatur lingkungan, radiasi sinar matahari, lama penyinaran, dan ketebalan serta kondisi rambut atau bulu.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, Budi Tri. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
____________ . 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Guyton and Hall. 1992. Buku AjarFisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Kimball, J.W. 1994. Biologi. Jilid II. Alih bahasa Siti Soetarmi, dkk. Erlangga. Jakarta.
Sastrodinoto, Soerjono. 1990. Biologi Umum. Jilid II. Gramedia. Jakarta.
Villee, Claude A., Wariant Walker, Robert D. Barnes. 1988. Zoology Umum. Erlangga. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar