Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan tingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di pasar. Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, pupuk tanaman, kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004). Menurut Packham (1982) bahwa dari hasil pemotongan setiap ekor ternak unggas akan diperoleh bulu sebanyak ± 6% dani bobot hidup (bobot potong ± 1,5 kg). Sebelum bulu ayam diberikan ke Ternak, bulu ayam diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau memutuskan ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode pemrosesan telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu
ayam. Pengolahan bulu ayam menjadi tepung dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1. Pengolahan secara fisik
Limbah bulu ayam yang diproses mengunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 105°C dengan tekanan 3atm dan kadar air 40% selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling (Adiati et.al., 2004).
2. Pengolahan secara kimiawi
Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.
3. Pengolahan secara enzimatis
Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu 52oC. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87oC hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung.
4. Pengolahan secara kimia dengan basa
Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti 2007).
Bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pakan ternak, karena kandungan protein kasarnya tinggi yaitu 85-95%. Bulu ayam dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak unggas maupun ternak ruminansia bahkan dijadikan pelet untuk pakan ikan.
1. TEPUNG BULU UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Pemanfaatan bulu ayam sebagai sumber protein pada ransum ternak ruminansia belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena protein yang terkandung didalamnya sulit dicerna. Protein kasar bulu ayam termasuk dalam jenis protein serat, yaitu keratin yang sulit dicerna baik oleh mikroorganisme rumen maupun oleh enzim-enzim pencernaan pascarumen (Tillman et.al., 1982). Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein/RUP), namun mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP tersebut berkisar antara 53-88%, sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12-46%.
2. TEPUNG BULU UNTUK PAKAN TERNAK UNGGAS
Penggunaan tepung bulu ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum kontrol. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Tepung bulu tidak disukai (kurang palatable) oleh ternak, sehingga penggunaannya dalam ransum harus dibatasi. Pemakaian yang berlebihan akan mengurangi konsumsi ransum, mengkibatkan kandungan asam amino yang tidak berubah Pemakaian dalam ransum unggas dan babi disarankan maksimum 5-7 %. Untuk broiler (ayam potong ) disarankan < 5%, untuk ayam petelur 7%. Di lapangan, pabrik pakan hanya menggunakan tepung bulu sekitar 1- 2 % saja dalam ransum pakan komplit.
3. PELET BULU AYAM
Pelet bulu ayam merupakan salah satu inovasi makanan ikan yang bahan dasarnya terbuat dari bulu ayam. Bulu ayam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pelet adalah bulu ayam kering yang telah digiling sehingga serat bulu ayamnya jauh lebih lembut. Hasil uji laboratorium yang telah dilakukan terhadap sampel pelet bulu ayam yang diujikan di LPPT Universitas Gadjah Mada, pelet bulu ayam memiliki kandungan air sebesar 9,16 % , abu sebesar 3,47 %, serat kasar sebesar 6,65 %, protein sebesar 20,22 %, karbohidrat sebesar 65,29% dan lemak sebesar 1,86 %. Dari pengujian tersebut dapat kita ketahui bahwasanya pelet bulu ayam memiliki kandungan protein, karbohidrat, dan lemak yang dapat menambah berat badan ikan.
Keunggulan produk pelet bulu ayam ialah ramah lingkungan, disebut ramah lingkungan karena produk pelet ini sama sekali tidak menggunakan campuran bahan kimia. Bahan dasar yang digunakan yakni limbah bulu ayam. Selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, pengolahan limbah bulu ayam dapat dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan dasar kemoceng, isian bantal dan boneka. Disamping itu pelet bulu ayam mudah dalam proses produksi, karena dengan menggunakan mesin-mesin yang mudah ditemukan seperti mesin penggiling bulu ayam, mesin pencetak pelet, dan mesin oven. Selain itu bahan-bahan campuran lain untuk membuat pelet bulu ayam cukup mudah ditemukan di pasaran. Pelet bulu ayam dijual dengan harga yang murah, dengan harga Rp 7.000,00 sudah mendapatkan satu kemasan pelet bulu ayam. Selain dengan harga yang cukup murah isi pelet bulu ayam ini jauh lebih banyak daripada pelet biasanya. (kompasiana.com).
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kandungan protein kasar berbentuk keratin (SRI INDAH, 1993). Dalam saluran pencernaan, keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, bulu ayam harus beri perlakuan, dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam bulu ayam tersebut.
Sumber:
Adiati, U., W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39 – 44.
http://edukasi.kompasiana.com/2014/07/22/mahasiswa-universitas-sanata-dharma-berhasil-mengembangkan-pelet-ikan-organik-berbahan-dasar-limbah-bulu-ayam-669700.html
Packham, R.G. 1982. Feed Composition, Formulation and Poultry Nutrition. Nutrition and Growth Manual. Australian Universities International Development Program (AUIDP), Melbourne.
Puastuti W. 2007. Teknologi pemrosesan bulu ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein pakan ruminansia. Wartazoa 17 (2): 53-60
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sri Indah Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan tingkat pemberian tepung bulu terhadap performans ayam jantan broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Tillman, A.D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Petemakan UGM. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar