Ternak Ruminansia merupakan hewan yang mempunyai lambung depan yang terdiri dari Retikulum (perut jala), Rumen (perut handuk), Omasum (perut kitab), dan lambung sejati , yaitu Abomasum (perut kelenjar). Proses pencernaan di dalam lambung depan terjadi secara mikrobial. Mikroba memegang peranan penting dalam pemecahan makanan (Cole, 1962). Sedangkan di dalam lambung sejati terjadi pencernaan enzimatik karena lambung ini mempunyai banyak kelenjar . Menurut Chuticul (1975) rumen merupakan tempat pencernaan sebagian serat kasar serta proses fermentatif yang terjadi dengan bantuan mikroorganisme, terutama bakteri anaerob dan protozoa. Di dalam rumen karbohidrat komplek yang meliputi selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan adanya aktifitas fermentatif oleh mikroba akan dipecah menjadi asam atsiri, khususnya asam asetat, propionat dan butirat (Ranjhan dan Pathak, 1979).
Menurut (Aurora, 1989), rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Isi rumen pada ternak ruminansia berkisar antara 10-15% dari berat badan ternak tersebut . Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mikroorganisme yang paling sesuai dan dapat hidup serta ditemukan di dalamnya. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 32-42°C, pH dalam rumen kurang lebih tetap yaitu sekitar 6,8 dan adanya absorbsi asam lemak dan amonia berfungsi untuk mempertahankan pH (Aurora, 1989). Proses pencernaan dalam rumen ini sangat bergantung pada species-species bakteri dan protozoa yang berbeda dan saling berinteraksi melalui hubungan simbiosis.
Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri, protozoa dan sejumlah kecil jamur . Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1967) . Bakteri merupakan jumlah besar yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen sebagai kelompok selulolitik (Mc Donald et al., 1988). bakteri merupakan biomassa mikroba yang terbesar di dalam rumen, berdasarkan letaknya dalam rumen, bakteri dapat dikelompokkan menjadi :
a. Bakteri yang bebas dalam cairan rumen (30% dari total bakteri).
b. Bakteri yang menempel pada partikel makanan (70% dari total bakteri) .
c. Bakteri yang menempel pada epithel dinding rumen dan bakteri yang menempel pada protozoa (Preston dan Leng, 1987).
Adanya mikroba dan aktifitas fermentasi di dalam rumen merupakan salah satu karakteristik yang membedakan sistem pencernaan ternak ruminansia dengan ternak lain. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang dimana aktifitas mikroba yang tinggi tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi (Offer danRobert, 1996). Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston danLeng, 1987).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids = VFA’s) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. VFA’s diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry et al., 1977). Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant et al.(1995) menyebutkan bahwa 2/3 – 3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba. Kualitas pakan yang rendah seperti yang umum terjadi di daerah tropis menyebabkan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir sekitar 70 % kebutuhan protein dapat dicukupi oleh mikroba rumen.
Produk akhir fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasokan utama protein bagi ternak ruminansia. Menurut Aurora (1989) sekitar 47% sampai 71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam bentuk protein mikroba.
Yokoyama dan Johnson (1988), mengklasifikasikan bakteri menjadi 8 kelompok didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir fermentasi. Berikut contoh-contoh species bakterinya:
1. Bakteri Selulolitik
Bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa dan mampu bertahan pada kondisi yang buruk pada saat makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Contoh : Bacteroides sussinogenes (bentuk batang), Ruminococcus albus (bentuk bulat).
2. Bakteri Proteolitik
Mempunyai kemampuan untuk memecah protein, asam amino dan peptida lain menjadi amonia (Orskov, 1982). Contoh : Bacteroides ruminocola, Selenomonas ruminantium .
3. Bakteri Methanogenik
Merupakan bakteri yang dapat mengkatabolisasi alkohol dan asam organik menjadi methan dan karbondioksida (Tjandraatmaja, 1981). Contoh: Methanobacterium formicium, Methanobrevibacter ruminantium.
4. Bakteri Amilolitik
Merupakan bakteri yang dapat memfermentasikan amilum . Bakteri jenis ini relatif lebih tahan terhadap perubahan pH dibandingkan dengan bakteri selulolitik, dapat bekerja pada pH 5,7-7,0 (Orskov, 1982). Contoh: Clostridium lochheaddii, Streptococcus bovis, Bacteroides amylophilus
5. Bakteri yang memfermentasikan gula
Bakteri yang memfermentasikan amilum, sebagian besar mampu memfermentasikan gula sederhana . Contohnya : Eurobacterium ruminantium, Lactobacillus ruminus.
6. Bakteri Lipolitik
Merupakan bakteri rumen yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Hal ini dapat berlangsung karena adanya enzim lipase yang dapat memecah lemak (Tamminga dan Doreau, 1991). Contohnya : Anaerovibrio livolytica, Veillonella alcalescens.
7. Bakteri pemanfaat Asam
Contohnya : Selonomonas dan Veillonella alcalescens.
8. Bakteri Hemiselulotitik
Hemiselulosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam tanaman yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam dan alkali. Hemiselulosa ini terdapat dalam tanaman yang menjadi pakan temak dalam jumlah besar. Contohnya : Ruminococcus sp, Butyrivibrio fibriosolvens.
Serta ditambah beberapa contoh spesies protozoa dan jamur diantaranya :
a. lsotricha intestinalis (memfermentasi gula, pati dan pektin)
b. Dasytricha ruminantium (pencerna pati, maltosa, dan glukosa)
c. Entodinium caudatum dan Diplodinium sp
Sedangkan jamur Neocalimastik sp dan Orpinomyces kelompok fungsi selulolitik (Winugroho et al., 1997)
Sumber : Ini saya rangkum dari Lokakarya Fungsional Non Peneliti tahun 1997 milik bapak Suwandi dengan judul Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia serta dari blog jajo66.wordpress.com/2009/01/28/peran-mikroba-rumen-pada-ternak-ruminansia/. Maaf apabila dalam penulisan daftar pustakanya tidak lengkap dan kurang benar karena admin blog tersebut tidak menuliskan sumbernya. Berikut ini saya sertakan Daftar Pustaka :
Aurora, S .P. 1989 . Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia Srigondo, B (ed), Gajah Mada University Press.
Barry, Thomson, and Amstrong. 1977. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. http://Jajo66.wordpress.com. Diakses Tanggal 06 April 2010
Bryant, M .P. 1967 . Microbiology of the Rumen In Sweeson, M.J. 1970. Duke,s physiology of the Domestic Animal, Cornell University Press, London.
Chutikul, K. 1975. Ruminant (Buffalo) Nutrition, in The Asiatic Water Buffalo, Proceeding of an International Syimposium heald at khon kaen. Thailand, March 31 - April 6. Food and Fertilizer Tecnology Centre, Taipei, Taiwan.
Cole, H .H. 1962. Introduction to livestock Production, W .H. Freeman and Co, San Fransisco .
Mc Donald, P. Edwards, R.A. Greenhalq, J.F.D. 1988. Animal Nutrition. 4 th ed Longman Scientific and tehnical, Hongkong.
Offer, Y. and Robert. 1996. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. http://Jajo66.wordpress.com. Diakses tanggal 06 April 2010.
Orskov, O .R. 1982. Protein Nutrition In Rument, Academic Press London.
Preston and Leng. 1987. Matching Ruminant Produktion Systems With Available Resource in the Tropik and Sub Tropik Penambul Books Armidale. New South Wales, Australia.
Ranjhan, S.K. and Pathak, N.N. 1979. Management and Feeding of Buffalo, Vikas Publ House put, New Delhi.
Sauvant, Dijkstra, and Martens. 1995. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. http://Jajo66.wordpress.com. Diakses tanggal 06 April 2010.
Soetanto, 1994. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. http://Jajo66.wordpress.com. Diakses Tanggal 06 April 2010.
Tamminga S., Doreau M. (1991): Lipids and rumen digestion. In: Jouany J.P. (ed.): Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. INRA, Paris. 151–160.
Winugroho, M., Yantyati. W., Suharyono, Typuk Artiningsih, Yeni. W. dan Cornelia Hendratno. 1995/1997. Laporan Riset Unggulan Terpadu Ill . Balitnak Ciawi Bogor.
Yokoyama, M. T. and Johnson, K.A. 1988. Microbiology of The Rumen and Intestin . Prentice Hall. New Jersey.