Ternak

Rabu, 16 Desember 2015

Penentuan Kebutuhan Nutrisi Ternak

Memformulasi ransum yang harus memenuhi kebutuhan nutrien ternak untuk berbagai fungsi fisiologis, dibutuhkan informasi tentang kebutuhan nutrien untuk fungsi-fungsi tersebut dan kandungan nutrien dalam pakan yang tersedia yang akan diberikan pada ternak untuk memenuhi kebutuhannya. Sejumlah metoda telah digunakan untuk menentukan kebutuhan ternak dan nilai gizi pakan. Salah satu yang umum adalah dengan pengamatan kejadian defisiensi secara alami dan kemudian menambahkan komponen yang kurang tersebut ke dalam pakan untuk mengatasi defisiensi tersebut. Penentuan jumlah mineral dan vitamin dalam ransum ternak banyak ditentukan dengan cara tersebut. Jumlah material yang dibutuhkan dalam ransum ditentukan dalam percobaan pakan.

Percobaan pakan (Feeding trial)

Percobaan pakan adalah suatu percobaan yang dikontrol dimana jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak diukur dan respons fisiologis ternak diukur dalam terminologi maintenance, produksi susu, pertumbuhan dan reproduksi. Sebagai contoh, dua macam pakan dapat dibandingkan dengan satu macam pakan sebagai kontrol dan yang kedua merupakan perlakuan adanya tambahan atau pengurangan nutrien. Respons ternak terhadap kedua ransum dapat diguna-kan sebagai parameter evaluasi kuantitas dari komponen dalam ransum.


Percobaan Pencernaan (Digestion trial).

Suatu percobaan pencernaan biasanya digunakan untuk mengetahui / menentukan kecernaan komponen kimiawi suatu bahan pakan. Percobaan pencernaan yang paling sederhana termasuk pemberian pakan ternak dengan pakan tertentu selama periode tertentu sehingga ternak menjadi terbiasa dengan pakan tersebut. Sebagai bagian dari percobaan kecernaan yang nyata, jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari dan komposisi kimia bahan pakan dianalisis. Feses juga ditimbang dan dianalisis setiap hari. Kecernaan pakan tersebut ditentukan dengan mengurangi jumlah komponen dalam feses dari yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi. Kecernaan dinyatakan sebagai jumlah yang dikonsumsi dikurangi yang terkandung dalam feses dibagi dengan yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi.

Satu contoh percobaan kecernaan sebagai berikut : Asumsikan bahwa pedet jantan mengkonsumsi 20 lbs hay rumput mengandung 12 % protein per hari. Jadi 2,4 lbs protein dikonsumsi tiap hari. Apabila ternak mengeluarkan feses 50 lbs per hari dengan kadar protein 1,4%, sehingga total protein yang dikeluarkan dalam feses 0,7 lbs. Perbedaan jumlah yang dimakan (2,4 lbs) dikurangi jumlah dalam feses (0,7 lbs) merupakan suatu jumlah yang diasumsikan diabsorbsi oleh tubuh (1,7 lbs). Kemudian 1,7 dibagi dengan 2,4 dikalikan dengan 100 % merupakan koefisien kecernaan, yang mana untuk hay tersebut adalah 70,8 %. Dengan cara dan perhitungan yang sama dapat digunakan untuk komponen yang lain.

Percobaan kecernaan dapat digunakan untuk mengukur nilai energi dan protein pakan. Kebutuhan energi ternak dan suplai energi dari pakan dapat diukur lebih tepat dengan metoda yang lain. Dalam pengukuran yang lebih tepat ini, energi yang hilang lewat urine, gas yang terlepas dalam rumen, panas tubuh (heat increament) juga diperhitungkan. Metode ini membutuhkan monitoring yang lengkap dari konsumsi pakan dan pengukuran urine dan feses yang dikeluarkan, gas dan panas yang hilang. Ini akan didiskusikan lebih rinci dalam matakuliah Ilmu Makanan Ternak.

Percobaan Pakan Berimbang (Balance Ration Trials)

Balance atau keseimbangan nutrien hampir sama dengan percobaan kecernaan, kecuali bahwa semua nutrien yang dikeluarkan dalam semua ekskreta diukur. Sebagai contoh menentukan balance nitrogen, nitrogen yang dikeluarkan dalam urine, demikian juga dalam feses diukur. Untuk sapi laktasi, nitrogen yang dikeluarkan dalam susu juga diukur. Kebutuhan untuk nitrogen dapat ditentukan dengan cara ini. Apabila ternak dalam imbangan negatif nitrogen (jumlah yang dikeluarkan dalam feses, urine dan susu lebih besar daripada yang diabsorbsi), diberikan sejumlah protein dalam pakan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan konsumsinya.

Percobaan keseimbangan mineral, sama dengan percobaan keseimbangan nitrogen, dapat digunakan untuk satu atau lebih mineral. Problem khusus dalam percobaan keseim-bangan mineral adalah perubahan dalam komposisi tubuh dapat terjadi, dan perubahan ini (khususnya deposisi kalsium dan phosphor dalam tulang) tidak dapat diukur dengan pengamatan dari luar saja.

Percobaan Pemotongan Ternak (Slaughter Trials)

Dalam beberapa percobaan keseimbangan dan pemberian pakan, terutama yang ditekankan pada perubahan pertumbuhan dan komposisi tubuh, percobaan dengan pemotongan ternak digabungkan dengan percobaan pakan. Perubahan tulang, otot, dan komposisi lemak yang merupakan hasil dari perubahan ransum dapat dianalisis. Tipe percobaan ini biasanya digunakan untuk pertumbuhan dan penggemukan ternak dan jarang digunakan untuk ternak dewasa dan laktasi.

Katabolisme Puasa (Fasting Katabolism).  Kebutuhan maintenance dari berbagai jenis ternak ditentukan dengan studi katabolisme puasa, yang mana ternak tidak diberi pakan. Nutrien yang diperlukan untuk respirasi, sirkulasi, pemeliharaan  tonus otot, produksi sekresi internal, dan kebutuhan untuk aktivitas lain dari ternak yang dipuasakan berasal dari pemecahan jaringan tubuh. Katabolisme puasa diukur dengan jumlah dan komposisi produk sisa yang dikeluarkan melalui berbagai jalur ekskresi.  Energi yang digunakan oleh ternak yang dipuasakan untuk proses-proses ini dituangkan dalam ujud panas dan dapat diukur dalam suatu kalorimeter respirasi atau dengan kalorimetri tidak langsung. Nilai minimal panas yang dilepaskan selama dipuasakan disebut basal metabolic rate (kecepatan proses metabolisme basal) ternak. Jumlah panas yang dikeluarkan berhubungan dengan luas permukaan tubuh, dan sekarang secara praktis umum, apabila menyatakan energi metabolisme ternak, menggunakan berat badan metabolik (BB0,73) daripada luas permukaan. Nitrogen katabolisme dapat diukur dengan cara yang sama.

Kebutuhan maintenance yang riel lebih tinggi daripada nilai katabolisme puasa, sebab ternak membutuhkan tambahan energi, protein dan nutrien lain untuk gerak tubuh normal, energi khusus dibutuhkan untuk pencernaan pakan. Penelitian telah mengalikan nilai basal metabolik dengan faktor sekitar 2 untuk mengestimasikan kebutuhan energi tercerna dari ternak.  Energi tercerna akan dibahas lebih jelas dalam pembahasan lain.

Standar Pemberian Pakan (Feeding Standards)

Informasi kebutuhan nutrien dari berbagai sumber merupakan basis untuk formulasi standar pakan. Standar pakan adalah tabel-tabel nilai nutrien dan jumlah dari masing-masing nutrien yang dibutuhkan oleh berbagai spesies untuk fungsi-fungsi fisiologis, maintenance, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi, dan laktasi.  Informasi ini serta informasi kimia dan kecernaan pakan merupakan alat yang penting untuk memformulasi ransum guna memenuhi kebutuhan ternak.

Selasa, 15 Desember 2015

Pengertian, keunggulan dan kerugian inseminasi buatan / Kawin Suntik

Pengertian Artificial  Insemination ( AI )

Artificial incemination  atau inseminasi buatan adalah satu metode menempatkan sel reproduksi hewan jantan (sel sperma) di dalam saluran reproduksi hewan betina. Ini disebut kawin buatan sebab dalam prosesnya sebuah tabung inseminasi di gunakan untuk mengawinkan seekor sapi betina, berbeda dengan sapi betina yang dikawinkan langsung dengan  pejantan. Peternak dan para ahli peternakan lebih senang menggunakan istilah AI atau IB (inseminasi buatan).

Dalam sejarah  penggunaan AI pernah dilakukan sejak tahun 1300-an di Arab. Namun penelitian secara ilmiah tentang AI dan breeding yang pertama tercatat pada tahun 1780. ini melibatkan studi tentang perkawinan pada anjing. Inseminasi buatan pada sapi yang pertama di Amerika Serikat terjadi pada 1938, sejak itu tehnik AI berkembang dan menjadi populer.

Penggunaan AI dimungkinkan untuk hampir semua ternak, namun demikian penggunaan yang paling populer pada sapi.  Alasannya adalah : (1) semen sapi mudah disimpan, dan (2) peternak sudah siap atau familier dengan konsep ini untuk perkawinan sapinya. Dengan AI dapat membuat semen dari pejantan terbaik di suatu negeri dapat dimanfaatkan untuk setiap peternak dengan harga yang terjangkau.



Semen dapat dikumpulkan dari pejantan yang baik, dibekukan, dan disimpan dalam waktu yang lama. Mungkin mengejutkan dipelajari bahwa karena tehnik tersebut, semen dari pejantan yang telah mati beberapa tahun silam, masih baik untuk mengawini sapi betina. Juga memudahkan pengiriman dengan darat, laut maupun udara ke berbagai penjuru dunia.  Keseluruhan proses penanganan semen dengan tehnik AI telah memung-kinkan pejantan yang baik kualitasnya mengawini beberapa ratus ribu sapi betina, yang tidak mungkin dilakukan bila dengan cara kawin alami. AI  juga telah banyak membantu peningkatan kualitas genetik sapi perah, dalam peningkatan produksi susu. Keberhasilan AI ditengarai dengan peningkatan jumlah ternak yang diinseminasi buatan tiap tahun.

Keunggulan Inseminasi Buatan.

IB  berarti peningkatan penggunaan pejantan sapi perah yang berkualitas baik. Seekor pejantan yang digunakan mengawini sapi betina secara alami digunakan hanya sekitar 3–4 tahun hampir disemua peternakan. Namun seekor pejantan yang semennya digunakan untuk IB dapat digunakan selama 10 tahun untuk mengawini sejumlah sekitar 750.000 ekor sapi betina. Karena pengangkutan semen jauh lebih mudah, maka penggunaan seekor pejantan yang baik dapat diperbanyak keberbagai peternakan / sangat luas bahkan sampai ke luar negara. AI juga membantu mengurangi  penyebaran penyakit.
Dengan menggunakan AI peternak tidak harus menghadapi persoalan manajemen sapi pejantan, mengurangi resiko nakalnya pejantan yang dapat membahayakan peternak, menghilangkan biaya pakan pejantan, penyediaan kandang yang lebih kokoh dan sebagainya.

Pejantan yang kualitasnya baik sangat mahal bagi setiap peternak, dengan penggunaan secara kooperatif dan tehnik AI merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya yang mahal tersebut. Keunggulan AI yang lain adalah semen yang diproduksi harus bebas dari penyakit. Pejantan yang digunakan untuk AI harus dilakukan uji kesehatan secara rutin. Dan harus bebas dari penyakit organ reproduksi (venereal disease). Biasanya kedalam semen yang diproduksi juga dimasukkan antibiotik untuk menjaga kualitasnya. Bahaya penularan / penyebaran  penyakit  yang berhubungan dengan  reproduksi seperti brucellosis, vibriosis, leptospirosis, dan trichomoniasis sangat berkurang.

Penggunaan AI dapat mencegah seekor sapi betina dikawini oleh sapi pejantan yang kualitas genetiknya rendah. Semua pejantan yang digunakan lembaga yang memproduksi semen telah teruji yang biasa disebut ”proven bull” . Untuk menghasilkan proven bull, pejantan tersebut dikawinkan dengan banyak betina di beberapa peternakan. Hasil anaknya dari perkawinan ini dievaluasi dan dibandingkan dengan sapi-sapi betina yang lain. Bila hasilnya lebih baik dari betina yang lain, maka pejantan tersebut memiliki breeding value yang superior (memiliki nilai breeding yang lebih baik). Dengan AI memungkinkan untuk menguji pejantan pada waktu masih muda. Proven bull merupakan jaminan bagi peternak bahwa mereka hanya menggunakan pejantan kualitas baik.

Pejantan kualitas baik yang mempunyai hambatan / kendala juga dapat digunakan dengan baik menggunakan program AI. Umur dan ukuran tubuh  yang besar hanya dua dari sekian banyak kendala yang dapat dikurangi dari pemakaian pejantan secara langsung. Dengan AI, heifer dapat dikawinkan dengan mudah dan tanpa resiko perlukaan saat dika-winkan.

Kerugian Artificial Insemination (AI)

Peternak yang menggunakan program AI harus mengatasi problema yang muncul. Problema utama adalah sapi-sapinya harus diawasi secara ketat untuk mengamati periode estrus. Ini membutuhkan waktu minimal untuk pengawasan sedikitnya dua kali sehari, bila tidak sangat  memungkinkan  hasil AI akan jelek. Banyak peternakan yang menggunakan pejantan karena hal ini.

Masalah lain, untuk program AI membutuhkan program pelatihan khusus. AI tidak mudah untuk dipelajari, dan membutuhkan pengalaman praktek yang cukup untuk meningkatkan ketrampilan. Inseminator harus memiliki dua tangan yang cukup panjang dan kuat, dan pengetahuan yang khusus. Harus tersedia peralatan AI khusus yang merupakan investasi modal.

Senin, 14 Desember 2015

KANDUNGAN NUTRISI JERAMI PADI

Jerami padi merupakan produk samping tanaman padi yang tersedia dalam jumlah relatif banyak. Ketersediaan jerami padi yang cukup melimpah merupakan peluang untuk dimanfaatkan sebagai pakan sumber energi bagi ternak ruminansia (Antonius, 2009). Jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang setelah dipanen bulir-bulir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit. Jerami padi memiliki beberapa kelemahan antara lain: kandungan serat kasar yang tinggi, kurang palatabel, dan sifat amba yang tinggi(Widodo et al., 2012). Lebih lanjut dijelaskan  Koddang  (2008) jerami padimengandung 84,22% bahan kering (BK), 4,60% protein kasar (PK) , 28,86% serat kasar (SK), 1,52% lemak kasar (LK), 50,80% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Menurut Yunilas (2009) bahwa tingginya kandungan lignin dan silika pada jerami padi menyebabkan daya cernanya menjadi rendah. Ditambahkan oleh Zulkarnaini (2009) bahwa kandungan lignin dan silika pada jerami padi cukup tinggi yakni mencapai 7,46% dan 11,45%.Kandungan nutrisi jerami padi berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh umur panen, jenis padi serta lokasi. Sarwono dan Arianto (2003) juga menambahkan bahwa kandungan nutrisi jerami padi dapat dilihat pada tabel 1.
KANDUNGAN NUTRISI JERAMI PADI

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan nutrisi jerami padi sangat rendah. Maka dari itu sebelum jerami padi diberikan kepada ternak sebaiknya dilakukan proses fermentasi terlebih dahulu. Proses fermentasi jerami padi yang dikembangkan oleh Haryanto (2003) yaitu dengan menggunakan 2,5 kg probion dan 2,5 kg urea dengan 1000 kg dan diperam selama 21 hari mampu meningkatkan kandungan protein kasar dari 3% menjadi 7% dan meningkatkan daya cerna dari 28-30% menjadi 50-55%. Ditambahkan oleh Utomo (2004) jerami padi hasil fermentasi mengandung PK sebesar 7,16% lebih tinggi dari pada PK jerami padi yang tidak terfermentasi yakni 5,72%. Selama proses fermentasi telah terjadi perombakan karbohidrat terstruktur dan karbohidrat non struktur terbukti oleh turunnya kandungan SK pada jerami padi fermentasi sebesar 30,90% dari kandungan SK jerami padi tidak terfermentasi sebesar 32,56% (Utomo, 2004). Jerami padi fermentasi mengandung 79,1% BK, 7,7% PK, 32,2% SK, 2,4% LK, dan 54,6% TDN (Agus et al., 2005).  Ditambahkan oleh Mahendri et al. (2006) bahwa pemberian jerami padi fermentasi yang ditambah dengan konsentrat pada sapi PO mampu meningkatkan bobot badan harian 1,02 kg/ekor/hari.

Sumber:
Antonius. 2009. Potensi Jerami Padi Hasil Fermentasi Probion Sebagai Bahan Pakan Dalam Ransum Sapi Simmental. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Loka Penelitian Kambing Potong, Po Box 1 Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara.
Sarwono, B Dan H.B. Arianto.2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widodo, F. Wahyono, Dan Sutrisno. 2012. Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, Produksi Vfa Dan Nh3 Pakan Komplit Dengan Level Jerami Padi Berbeda Secara In Vitro. Indonesian Jurnal Of Food Technology Vol. 1 No.1. Fakultas Peternakan Dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Karya Ilmiah. Fakultas Pertaian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sabtu, 12 Desember 2015

3 Penyakit pada Pedet yang Perlu Diwaspadai

Kejadian kematian pedet pada umur 2 – 3 minggu dapat sangat tinggi. Kematian ini pada peternakan dapat serendah 1 %, tetapi juga dapat meningkat sampai mencapai 20 – 25 %. Beberapa penyakit tidak langsung menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan pedet menjadi lemah kondisinya, membuat pedet tersebut rentan terhadap penyakit lain. Sebagai contoh gangguan digesti biasanya menurunkan ketahanan tubuh pedet terhadap penyakit infeksi. Secara umum penyakit pedet disebabkan karena baik oleh infeksi bakteri maupun virus, atau kekurangan pakan dan manajemen yang jelek.


Sejumlah metode / cara sangat penting untuk mengurangi kejadian penyakit pedet. Misalnya merupakan hal yang sangat penting untuk memberi pakan yang cukup pada induk agar menghasilkan pedet yang sehat waktu dilahirkan. Garam yodium (iodine) perlu diberikan pada induk untuk mencegah kejadian gondok (goiter) pada pedet. Pedet harus segera mengkonsumsi kolostrum sebagai sumber vitamin A, antibody dan kaya akan energi, segera setelah lahir. Lingkungan pedet harus bersih, bebas debu kotoran, dan harus kering. Luka pada tali pusar harus didesinfektan segera setelah lahir. Susu harus diberikan dalam waktu tertentu dan jumlah pemberian sehari tidak lebih dari 10 % berat badan pedet. Temperatur susu dan pemberiannya harus teratur / rutin dari hari ke hari. Penambahan antibiotik dalam susu atau milk replacer dapat menangkal penyakit. Sanitasi alat-alat persusuan sangat penting artinya. Apabila ternak sakit harus dipisahkan dari pedet lainnya untuk mencegah penyebaran / penularan. Tiga penyakit yang biasa menyerang pedet adalah calf septicemia acute, diarrhea, dan pneumonia.

Calf septicemia acute.

Ini merupakan penyakit yang ganas yang biasanya menyerang pedet pada umur 3 – 5 hari. Salah satu tanda penyakit ini adalah diarrhea, dimana faecesnya cair, baunya sangat spesifik dan berwarna putih keabu-abuan. Warna faeces merupakan alasan mengapa penyakit ini juga disebut “white scours”. Diarrhea ini menyebabkan kondisi menjadi lemah dan dehidrasi, dengan indikasi mata menjadi sayu. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi dan pada umumnya menyebabkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan diikuti oleh infeksi Escherichia coli di intestinum.

Untuk mencegah calf septichemia acut sapi harus beranak di kandang yang bersih, kering dan bebas debu kotoran. Pedet harus mengkonsumsi kolostrum segera setelah lahir, dan pusar harus didesinfektan untuk mencegah jangan sampai berfungsi sebagai jalan masuknya virus dan bakteri ke dalam tubuh pedet. Pemberian pakan dengan antibiotik, vaksinasi induk menjelang beranak, dan vaksinasi pedet yang baru lahir dengan bakterin, serum, atau antitoksin dapat mengurangi kejadian penyakit tersebut. Pedet yang telah terinfeksi harus ditangani dokter hewan. Karena dehidrasi, imbangan cairan tubuh pedet harus dikembalikan normal dengan jalan diinfus larutan elektrolit balans yang mengan-dung Na. Kombinasi antibiotik dengan obat-obat sulfa diberikan pada pedet. Pemberian serum anti bakterial bersama-sama dengan vitamin A dan transfusi darah dari induknya juga dapat membantu. Pedet harus dipisahkan segera untuk mencegah penularan. Sapi yang lain tidak dibenarkan melahirkan di kandang yang telah tercemar, sebelum kandang tersebut dibersihkan dan didesinfektan.

Diarrhea biasa (Common Scours)

Diarrhea atau berak cair biasa pada pedet, biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi menurunkan vitalitas dan kecepatan pertumbuhan, dan menyebabkan pedet tersebut lebih peka terhadap penyakit infeksi. Penyakit diarrhea ini dapat terjadi pada berbagai umur, tetapi lebih sering terjadi pada periode susu. Faecesnya berwarna normal tetapi konsistensinya cair / agak cair. Pedet yang demikian tampak lemah, matanya tidak bercahaya dan daun telinganya lemah menggantung. Temperatur tubuh dan frekuensi respirasinya meningkat.

Kejadian ini sering disebabkan karena kelebihan pemberian pakan (over-feeding), tetapi juga dapat disebabkan karena ketidak teraturan pemberian susu (ada perubahan dalam komposisi, temperatur susu, dan jumlah yang diberikan). Alat-alat yang kotor, ambing yang kotor atau mengkonsumsi bahan kasar dari beddingnya juga dapat menyebabkan diarrhea. Apabila pedet menampakkan tanda-tanda diarrhea biasa, jumlah pakan (tapi bukan yang cair) sebaiknya dikurangi menjadi setengahnya pada pemberian pakan berikutnya dan pemberian pakan susu secara bertahap ditingkatkan. Antibiotikaa dan obatpobat sulfa dapat menurunkan kejadian diarrhea.

Radang Paru-paru (Pneumonia)

Pneumonia paling banyak menyebabkan kematian pedet, biasanya terjadi pada umur 3 -8 minggu dan disertai dengan diarrhea atau penyakit lain yang menyebabkan pedet menjadi lemah. Pedet yang terserang pneumonia menunjukkan tanda-tanda sering batuk-batuk, frekuensi respirasi meningkat, temperatur tubuh meningkat, bulu tampak kusam, kehilangan nafsu makan, kondisi tubuh melemah dan dari hidung keluar cairan yang cukup banyak dan agak berbahu.

Pneumonia disebabkan oleh virus. Pneumonia juga dapat disebabkan karena cuaca yang dingin, becek, kandang yang kurang ventilasi. Perubahan temperatur yang mendadak yang menyebabkan pedet kedinginan atau transportasi pedet dari farm satu ke farm lainnya dapat menimbulkan penyakit tersebut.

Pencegahan pneumonia dapat dikerjakan dengan cara menyediakan lingkungan (kandang) yang kering dan hangat, mengusahakan pemberian pakan yang rutin, dan pemberian antibiotik dalam pakan selama periode susu. Penanganan terhadap kejadian pneumonia terdiri dari menghilangkan penyebabnya dan memindahkan pedet yang sakit ke kandang yang kering dan hangat. Obat-obat sulfa dan antibiotik dapat membantu penyembuhan. Pedet yang sakit harus segera diisolasi, untuk mencegah atau memperkecil penularan pada pedet yang lain.

Jumat, 11 Desember 2015

Sintesis Protein, Laktosa dan Lemak Susu

Sintesis Protein Susu

Endoplasmic reticulum dan apparatus Golgi berhubungan langsung dengan membran sel dan lumen alveoli. Sebagian dari endoplasmic reticulum ditempeli dengen partikel-partikel yang padat dikenal sebagai ribosome yang melekat di permukaan luar membrannya dan berfungsi utama dalam sintesis protein sel. Bebrapa ribosome tidak menempel pada endoplasmic reticulum tetapi melayang-layang dalam cytoplasma. Bagian endoplasmic reticulum yang tidak tertutup oleh ribosome berfungsi untuk mentransfer material kedalam cytoplasma.


Tiga tipe ribonucleic acid (RNA) yang terlibat dalam sintesis protein susu semuanya terbentuk dalam nucleus dan diangkut ke cytoplasma ke bagian dimana dilakukan sintesis protein. Messenger RNA (mRNA) dari nucleus diangkut ke ribosome, yang mana mengandung RNA tipe kedua yaitu ribosomal RNA (rRNA). mRNA mengandung code untuk asam amino tertentu yang akan membentuk molekul protein tertentu. Code dalam mRNA diperoleh dari code yang terdapat dalam molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dalam nucleus. Asam amino dalam cytoplasma diaktifkan dan diambil oleh molekul transfer RNA (tRNA) dan diangkut menuju ribosome dimana mRNA telah dilekatkan. tRNA mengenali code mRNA dan meletakkan asam-asam amino tersebut pada tempat yang tepat. tRNA yang kedua menempatkan asam amino yang lain pada posisi yang sesuai dengan code dalam mRNA, dan dibentuk ikatan peptida antara dua asam amino. Proses tersebut diulangi sampai terbentuk molekul protein. Molekul protein kemudian bergerak menuju ke lumen endoplasmic reticulum ke bagian yang halus dan kemudian ke apparatus Golgi dimana protein susu dimampatkan dalam vacuola dan dikeluarkan ke lumen alveolus. Sebuah vacuola adalah rongga dari suatu membran tipis yang berisi tetesan protein dan laktosa yang kemudian bergerak menuju ke bagian puncak dari sel, dan dari situ dikumpulkan material susu ke dalam lumen alveolus.

Sekresi Lemak Susu

Sekresi lemak susu digambarkan pada sel epithel nomor 2 sampai 8. Pada penampang melintang kelenjar susu yang diwarnai dengan zat warna yang  terserap lemak terlihat tetes-tetes lemak (droplet), lemak yang kecil pada bagian basal seperti pada sel no. 2, selama tetes lemak tersebut menuju ke puncak sel mereka dengan cepat menjadi besar ( sel 3 – 6 ). Pada waktu tetes lemak tersebut menekan membran sel, membran sel ikut membesar dan terus membungkus lemak tersebut. Sekresi tetes lemak terlihat pada sel 7 – 8. Saat tetes lemak / (globula) lemak dilepaskan membran sel menyatu kembali dibagian dibawah globuli  lemak, ini dapat mencegah cytoplasma mengalir ke dalam lumen alveolus. Lemak masuk ke dalam lumen alveolus telah terbungkus lengkap dengan membran yang berasal dari sel yang mensekresikan. Pada analisis lemak susu diketemukan sejumlah kecil protein, diduga merupakan tetesan protein yang terperangkap dalam membran yang membungkus lemak pada saat lemak akan disekresikan.
Hampir semua lemak susu terdiri dari triglycerida. Triglycerida tersusun dari tiga asam lemak yang terikat dengan satu molekul glycerol. Asam-asam lemak tersebut mempunyai rantai carbon lemak susu yang panjangnya berbeda-beda. Panjang rantai carbon lemak susu dari empat spesies ditunjukkan dalam Tabel 10 .

Asam-asam lemak yang mengalami esterifikasi dengan glycerol berasal dari dua sumber pokok. Hampir semua asam lemak rantai pendek sampai asam lemak yang mempunyai atom C-14 dan beberapa  C-16 disintesis dalam kelenjar susu. Mereka disusun dari unit asam acetat yang mengandung dua atom C dan asam β-hydroxybutirat (molekul asam butirat) yang mengandung empat atom C. Unit rantai carbon pendek ini berasal dari proses fermentasi dalam rumen, sebagai penyusun lemak susu lauh lebih banyak digunakan asam acetat daripada asam butirat.

Hampir semua asam lemak  C-18 dan beberapa asam lemak C- 16  berasal dari asam lemak yang diabsorbsi langsung seperti apa adanya dari darah.  Beberapa asam lemak C-14 dan C-16 juga berasal dari asam lemak C-16 dan C-18  melalui pemotongan 2 atau 4 unit carbon. Kelenjar susu dapat menghilangkan ion-ion hydrogen dari asam-asam lemak C-18 untuk mengubahnya menjadi asam lemak tidak jenuh. Kelenjar susu mengabsorbsi lebih sedikit asam oleat dan linoleat dari saluran darah dibandingkan dengan yang diketemukan dalam susu. Karena itu beberapa lemak dalam kelenjar susu adalah lemak tidak jenuh. Molekul glycerol disintesis dari glukosa, tetapi sebagian berasal dari bagian glycerol dari triglycerida yang diabsorbsi darah.

Sekresi Laktosa

Laktosa tersusun dari dua monosacharida, glukosa dan galaktosa. Dalam proses pembentukan lactosa sebuah molekul glukosa diubah menjadi galaktosa. Molekul galaktosa ini kemudian dihubungkan dengan sebuah molekul glokosa kedua untuk membentuk laktosa. Kira-kira sebanyak 50 % glukosa yang masuk ke dalam ambing digunakan sebagai energi. Pada tahap akhir dalam formasi laktosa digunakan enzim lactose-synthetase yang terdiri dari dua unit. Salah satu sub unit adala α-laktalbumin, yang juga merupakan salah satu protein susu. Formasi laktosa terjadi dalam apparatus Golgi. α-laktalbumin disintesis pada ribosome dan bergerak menuju ke lumen endoplasmic reticulum ke apparatus Golgi, dimana ketemu sub unit kedua yaitu galactocyl-transferase dari lactos synthetase. Karena lactose synthetase terbentuk dalam apparatus Golgi, maka dianggap pembentukan laktosa juga terjadi disitu, dan laktosa tersebut dengan partikel protein diangkut keluar menuju vacuola.

Kandungan laktosa susu relatif konstan. Laktosa merupakan komponen pokok yang mengatur tekanan osmose susu, tetapi ion-ion CL, K (Potasium), Na (Sodium) juga mempunyai peranan dalam pengaturan tekanan osmose susu. Air ditransfer kedalam lumen alveolus sampai tekanan osmose susu sama dengan tekanan osmose darah. Sebagian besar air menembus sel-sel epithel dan masuk ke dalam susu dengan cara filtrasi (perembesan).

Proses Sekresi Komponen Susu Lain

Kandungan mineral dan vitamin dalam susu diatur dengan proses filtrasi. Sel-sel epithel berfungsi sebagai membran barier atau carrier partikel-partikel tersebut dari darah ke lumen alveolus. Sel-sel epithel mengkombinasikan beberapa mineral dengan komponen ogranik, sebagi contoh 75 % Ca dalam susu secara kimiawi  atau fisis terkombinasi dalam casein, phosphat dan citrat. Lebih dari separo phosphor dalam susu terikat dalam casein. Molekul-molekul vitamin dalam darah ditransfer ke dalam susu tanpa melalui perubahan. Konsentrasi beberapa vitamin terutama vitamin yang larut dalam air, dapat ditingkatkan dengan peningkatan jumlah vitamin tersebut dalam plasma darah.

Jadi ada dua tipe proses sekresi dalam kelenjar susu. Proses filtrasi yang meliputi sekresi air, vitamin, dan mineral dan proses metabolisme yang sesungguhnya pada sekresi lemak, laktosa, dan protein. Komponen sel juga diketemukan dalam susu, ini diperkirakan merupakan hasil pemecahan dan degradasi sel-sel epithel yang terbawa ke dalam susu. Beberapa sel tersebut diganti selama periode laktasi, dan penurunan produksi terjadi setelah puncak produksi sebagian besar disebabkan karena berkurangnya jumlah sel-sel epithel tersebut.

Kamis, 10 Desember 2015

Hasil Fermentasi Pada Rumen

Fermentasi Karbohidrat. 
Karbohidrat khususnya selulosa dan pati menyusun sebagian besar pakan sapi. Baik selulosa  maupun pati keduanya tersusun atas rantai glukosa (gula – 6 karbon), tetapi unit glukosa terikat secara berbeda pada dua komponen tersebut. Semua ternak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisa unit glukosa dari pati, dan mereka dapat menggunakan hasil glukosa tersebut sebagai sumber energi. Ternak tidak menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa ikatan glukosa dalam selulosa, tetapi ikatan ini dapat dihidrolisa oleh enzim selulase, suatu enzim yang dihasilkan oleh bakteri rumen dan mikroflora coecum. Karena itu ruminansia dapat memanfaatkan selulosa dan sejenisnya sebagai sumber energi setelah difermentasi oleh mikroorganisme rumen, dimana hal ini tidak terjadi pada ternak monogastrik seperti babi misalnya.


Hampir semua karbohidrat pakan difermentasi oleh mikroorganisme rumen menjadi volatile fatty acids (VFA) atau asam-asam lemak terbang yang mempunyai atom C 2, 3, dan 4  mereka adalah asam asetat (C-2), asam propionat (C-3), dan asam butirat (C-4). Asam-asam ini ditemukan dalam bentuk terionisasi dalam rumen, sehingga dikenal sebagai asetat, propionat, dan butirat. Asam-asam yang lain seperti asam formiat (C-1) dan asam valerat (C-5) diproduksi dalam jumlah yang sedikit.
Ransum sapi yang mengandung hijauan dalam proporsi tinggi dan pakan serat lainnya banyak menghasilkan asetat dalam rumen. Imbangan antara tiga asam lemak utama apabila sapi diberi pakan utama hijauan : 50 – 65 % acetat : 18 – 25 % propionat : 12 – 20 % butirat. Banyak faktor dapat mengubah perbandingan ini. Pemberian pakan yang tinggi konsentratnya, pakan yang digiling, hijauan yang dijadikan pelet, dan pakan yang mengandung lemak jenuh tinggi cenderung menurunkan produksi asetat dan meningkatkan propionat. Sering juga terjadi perubahan persentase butirat. Bila terjadi peningkatan relatif persentase propionat, akan terjadi menurunan kadar lemak susu, dengan diimbangi peningkatan berat badan sebagai hasil penimbunan lemak tubuh. Hal ini penting pada proses fattening sapi pada feedlot. Pengaruh ini menguntungkan untuk penggemukan sapi tetapi merugikan peternak sapi perah pada kondisi pemasaran seperti saat ini, karena nilai / harga susu masih ditekankan juga pada kadar lemak susu.

Fermentasi Protein. 
Protein yang masuk kedalam rumen dicerna melalui berbagai variasi cara. Beberapa protein lepas dari proses fermentasi seluruhnya dan melaju ke abomasum dan intestinum dimana protein tersebut dicerna menjadi peptida dan asam amino seperti pada ternak monogastrik. Sebagian  besar protein pakan akan dipecah bakteri rumen menjadi peptida, asam amino dan amonia. Berbagai tipe mikro-organisme menggunakan komponen ini untuk sintesis sel-sel proteinnya sendiri. Beberapa mikro-organisme dapat menggunakan hanya peptida atau asam amino, yang lainnya hanya amonia. Proporsi berbagai tipe mikro-organisme  yang terdapat dalam rumen bervariasi tergantung dari pakan yang dikonsumsi sapi. Untuk alasan ini, maka apabila mengganti ransum sapi harus dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan perkembangan mikro-organisme yang sesuai dengan jenis pakan yang diberikan. Adaptasi ini sangat penting terutama untuk efisiensi penggunaan urea atau NPN. Adaptasi ini diperkirakan paling lama 3 minggu sebelum pemakaian NPN dikatakan menjadi efisien.

Rantai karbon dari protein yang di-deaminasi dapat digunakan sebagai sumber energi melalui fermentasi menjadi VFA oleh mikro-organisme. Amonia dari deaminasi digunakan oleh mikro-organisme untuk sintesis protein, dan sebagian  amonia diubah menjadi urea di hati. Sejumlah urea mengalami resiklus ke rumen lewat saliva dan kelebihannya dikeluarkan melalui urine.
Protein yang diproteksi (dengan melapisi formalin) melewati rumen tanpa mengalami pemecahan oleh mikrobia rumen. Protein yang diproteksi tersebut akan meningkatkan jumlah protein pakan by pass (melewati rumen) dan langsung masuk kedalam abomasum sebagai intact protein. Protein by pass ini hanya penting dan perlu dilakukan apabila dibutuhkan jumlah protein yang sangat tinggi untuk sapi perah dengan produksi tinggi pada awal laktasi.

Fermentasi Lipida. 
Banyak lipida (lemak) yang masuk kedalam rumen dihidrogenasi oleh mikro-organisme rumen. Beberapa lemak dimetabolisme dan digunakan untuk keperluan mikro-organisme sendiri. Hidrolisis triglycerida menjadi asam-asam lemak dan glycerol juga terjadi dalam rumen. Pada prinsipnya glycerol difermentasi menjadi propionat tetapi asam lemak rantai panjang dapat melaju ke intestinum untuk dicerna.

Walaupun lemak hanya dibutuhkan dalam proporsi kecil dalam ransum sapi, kelebihan lemak ada hubungannya dengan fungsi normal rumen. Kadar lemak yang tinggi khususnya lemak jenuh, diketahui menurunkan kadar lemak susu dan menurunkan apetite (nafsu makan) sapi. Dua persen dari total bahan kering ransum sapi dalam bentuk lemak kasar cukup untuk sapi perah, dan ini sudah secara otomatis tercukupi dalam ransum normal sapi perah.

Produk Lain Mikrobia Rumen

Selain tersebut diatas mikrobia rumen mampu juga mensintesis semua vitamin B-kompleks yang dikenal dan vitamin K untuk digunakan oleh sapi. Vitamin C dibuat dalam jaringan tubuh sapi, sehingga dalam menyusun ransum sapi tidak perlu memperhitungkan sumber vitamin-vitamin tersebut.

Seperti telah diuraikan diatas bahwa setelah mikro-organisme rumen makan dari pakan sapi  selama tinggal dalam reticulo-rumen sapi dan mengalami perkembang-biakan, akhirnya sebagian mikrobia tersebut terbawa bersama aliran digesta menuju abomasum dan intestinum untuk dicerna sebagai bahan pakan sapi. Tanpa adanya symbiose-mutualistik tersebut, sapi tidak akan mampu hidup dari pakan  hijauan yang berserat kasar tinggi.

Fungsi  Omasum

Isi rumino-reticulum melaju menuju omasum dalam rangka menuju ke abomasum dan intestinum. Fungsi omasum tidak diketahui dengan jelas. Salah satu fungsinya adalah mengabsorbsi air dan asam lemak dari digesta yang melaluinya. Gerakan dari lembaran-lembaran dan papilla yang ada menghaluskan digesta yang masih kasar dan juga menekan digesta menuju ke abomasum yang merupakan perut sejati pada sapi.

Digesti dalam Abomasum dan Intestinum

Segera setelah digesta mencapai abomasum, mereka dicerna oleh getah lambung yang ada disana. Asam hidrokhlorik (HCl), enzim pepsin dan rennin disekresikan dari dinding abomasum. HCl mengaktifkan pepsin yang selanjutnya memecah protein menjadi peptida yang berupa rangkaian asam-asam amino rantai pendek. Enzim rennin khususnya sangat penting dalam kehidupan pedet muda karena ini mampu menggumpalkan susu dalam abomasum, suatu proses yang diperlukan agar susu dapat dicerna dan selanjutnya diabsorbsi dalam usus halus. Keasaman dalam abomasum yang dihasilkan oleh HCl juga penting untuk memberikan signal bagi otot sphincter pylorus antara abomasum dengan intestinum tenue untuk relaksasi, sehingga memungkinkan digesta mengalir kedalam usus halus. Sampai keasaman yang dimaksud tercapai, digesta ditahan dalam lambung untuk proses pencernaan oleh enzim-enzim lambung.

Setelah masuk dalam usus halus digesta yang selanjutnya disebut sebagai chyme terus bereaksi dengan lebih banyak enzim dan substansi lain. Usus halus pada sapi panjangnya 135 feet (1ft = 0,305 m) dan dapat menampung 40 quarts material. Dinding usus halus dipenuhi dengan vili-vili yang merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari kecil untuk memperluas permukaan absorbsi pada dinding usus. Usus halus bagian atas terutama berfungsi berhubungan langsung dengan sekresi enzim, sedangkan bagian bawah terutama untuk absorbsi nutrien dari pakan tercerna. Chyme mengalami perubahan-perubahan yang penting dalam usus halus dan menyediakan nutrien untuk diabsorbsi dari usus halus. Pencernaan chyme dibantu oleh getah pankreas, getah empedu dan getah usus. Getah pankreas disekresikan oleh kelenjar pankreas yang bentuknya pipih menempel dibawah lambung. Getah pankreas mempunyai reaksi alkalis dan menetralisir keasaman chyme yang berasal dari abomasum. Chyme yang bersifat asam merangsang dinding usus untuk menghasilkan hormon sekretin. Hormon sekretin diabsorbsi oleh darah dan dibawa ke kelenjar pankreas, menyebabkan disekresikannya getah pankreas kedalam usus. Sekresi getah pankreas dari kelenjar pankreas melalui ductus pancreaticus.

Getah empedu dari hati ditampung dalam kantung empedu dikeluarkan ke usus halus lewat saluran empedu, dan getah usus dari kelenjar usus halus masuk pada bagian atas usus halus dan bercampur dengan chyme. Getah pankreas mengandung enzim proteolitik trypsinogen, chymotrypsinogen, dan karboksipeptidase. Trypsinogen apabila diaktifkan oleh enzim enterokinase yang dihasilkan oleh dinding usus membentuk trypsin. pH optimal untuk kerja trypsin adalah 8,0. ini menunjukkan bahwa pentingnya getah pankreas yang bersifat alkalis untuk menetralisir keasaman chyme yang berasal dari abomasum. Enzim chymotrypsinogen diubah menjadi chymotrypsin oleh tripsin. Chymotrypsin mencerna protein dan sebagian menghidrolisa protein menjadi asam-asam amino dan asam-asam amino rantai pendek yang disebut peptida. Chymotrypsin juga mengkoagulasi susu. Enzim yang ketiga karboksipeptidase bekerja pada peptida dan memecahnya menjadi asam-asam amino. Getah pankreas juga mengandung lipase, yang menghidrolisa lemak menjadi asam-asam lemak dan glicerol, dan amylase (amylopsin) yang menghidrolisa tepung dan dekstrin menjadi maltosa, semacam gula.
Kelenjar dalam intestinum mensekresikan enzim-enzim lain yang bekerja pada peptida makanan yang dipecah  menjadi molekul yang lebih kecil untuk diabsorbsi. Saat chyme mengalir ke usus halus bagian bawah, maka akan kontak dengan sejumlah enzim yang disekresikan oleh dinding usus, yaitu enterokinase yang mengaktifkan trypsinogen; peptidase yang mengubah peptida menjadi asam-asam amino; maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa; laktase yang memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa; lipase yang memecah lemak menjadi asam lemak dan glyserol; dan amylase yang mengubah pati menjadi maltosa. Juga diketemukan dalam getah usus enzim-enzim yang memecah asam nukleat dan kelompok proteinnya.

Getah empedu yang diproduksi dalam hati dan disimpan dalam kantung empedu menunjukkan beberapa fungsi dalam intestinum. Getah empedu mengaktifkan lipase pankreas, yang membantu mengemulsikan lemak, meningkatkan kelarutan asam-asam lemak, memudahkan absorbsi, dan berfungsi sebagai reservoir alkali untuk menjaga pH optimum untuk reaksi dalam usus.

Absorbsi Nutrien dari Intestinum

Sekresi getah usus dan sebagian besar reaksi pencernaan terjadi dalam usus halus bagian atas, sedangkan absorbsi hasil akhir pencernaan terjadi pada bagian belakang usus halus. Asam-asam amino dan peptida dari pencernaan protein dan gula sederhana misalnya glukosa dari pencernaan karbohidrat diabsorbsi langsung masuk ke dalam aliran darah untuk ditransportasi  ke berbagai jaringan tubuh. Nutrien ini selanjutnya digunakan untuk berbagai fungsi tubuh, seperti pertumbuhan jaringan, produksi susu, dan reproduksi.

Absorbsi lemak lebih kompleks. Asam-asam lemak dan lipida lain dikombinasi dengan garam-garam empedu, membentuk komponen yang larut dalam air dan dapat mengalami difusi. Kombinasi ini membentuk miselle yang dapat merembes kedalam dinding usus dan masuk ke dalam pembuluh lymphe. Dari pembuluh lymphe ini selanjutnya dialirkan kedalam sistem vena darah disebelah depan jantung (vena cava anterior) melalui ductus toraxicus. Absorbsi butir-butir / miselle lemak yang halus kedalam cairan lymphe menyebabkan cairan tersebut berwarna agak suram seperti susu, substansi ini disebut chyle.  Garam-garam empedu selanjutnya dikembalikan lagi ke usus lewat hati, dan asam-asam lemak digabungkan kembali menjadi lemak netral dengan glycerol dari mukosa usus. Lemak ini kemudian dapat digunakan segera sebagai sumber energi atau disimpan dalam jaringan adiposum untuk digunakan kemudian.

Dalam usus besar tetap berlanjut reaksi pencernaan oleh enzim yang ditambahkan dalam usus halus. Terjadi juga beberapa pencernaan oleh bakteri, terutama proses putrefaksi (bakteri pembusuk) yang menghasilkan bau busuk pada feces. Tidak ada enzim yang dihasilkan oleh usus besar, tetapi terjadi absorbsi terutama air dan ini menghasilkan masa yang agak padat sebelum dikeluarkan sebagai feses. Banyak hasil pemecahan dari proses metabolisme dalam tubuh dikembalikan kedalam saluran pencernaan melalui dinding usus besar. Ini bersama dengan sisa pakan yang tidak tercerna, enzim pencernaan, sel-sel yang terlepas dari saluran pencernaan, dan residu mikro-organisme yang tidak tercerna, dikeluarkan dari tubuh sebagai faeces melalui rektum dan anus.

Rate of  Passage (Laju aliran Pakan)

Kecepatan / laju mengalirnya pakan dalam saluran pencernaan sangat tergantung pada tipe dan jumlah pakan yang dikonsumsi sapi. Pakan konsentrat tidak memerlukan ruminasi dan aktivitas mikrobia sebanyak pakan kasar (hijauan). Konsentrat melaju dari reticulo-rumen lebih cepat dibandingkan dengan pakan hijauan. Laju pakan yang cepat sangat penting bagi sapi untuk mencapai efisiensi maksimum, karena sapi tidak mungkin mencerna tambahan pakan bila pakan yang ada belum lewat. Dalam kasus gula dan pati yang mudah larut ini akan lebih efisien energinya apabila di by pass sehingga langsung dicerna di abomasum dan diabsorbsi di dinding usus halus. Sebagian karbohidrat mengikuti proses seperti ini dalam kondisi normal, tetapi hampir semua dari pakan difermentasi menjadi VFA. Lemak dan beberapa protein juga akan lebih efisien bila di-by pass-kan dengan membungkus dengan formalin

Terdapat kelemahan juga pada laju pakan yang cepat. Pencernaan yang kurang sempurna dari pakan yang laju pakannya terlalu cepat, sehingga banyak yang terbuang lewat feces. Juga terjadi penurunan kadar lemak susu, peningkatan gangguan digesti dan terjadi displaced abomasum bila sapi makan pakan yang mempunyai laju aliran terlalu cepat.

Rabu, 09 Desember 2015

Fungsi Tractus Digestivus pada Ruminansia

Fungsi utama dari tractus digestivus adalah mengubah hijauan dan pakan lain yang dikonsumsi menjadi komponen kimiawi yang dapat diabsorbsi kedalam peredaran darah untuk digunakan sebagai zat gizi untuk jaringan tubuh sapi. Ini juga termasuk pengertian untuk mengeluarkan hasil sisa metabolisme jaringan dan sisa pakan yang tidak tercerna. Dalam menyelesaikan fungsi ini terlibat berbagai proses termasuk mastikasi, salivasi, digesti, dan absorbsi.


Mastikasi

Mastikasi awal (pengunyahan) pakan oleh sapi hanya sepintas saja, dimana pakan hanya dikunyah sebentar untuk mencampur dengan saliva dan membentuk bolus untuk ditelan. Mastikasi yang lengkap terjadi pada waktu remastikasi waktu sapi istirahat. Mastikasi sangat penting artinya untuk memperluas permukaan pakan dari pakan kasar untuk kerja enzim-enzim pencernaan dari mikroorganisme rumen, getah pencernaan dalam abomasum dan intestinum. Telah diperkirakan bahwa sapi menggerakkan rahangnya 42.000 kali sehari untuk mastikasi dan remastikasi apabila sapi diberi pakan berupa campuran silage, hay dan biji-bijian.

Salivasi

Sejumlah besar saliva dihasilkan oleh sapi, khususnya apabila sapi diberi pakan sejumlah besar hijauan kering. Dilaporkan oleh Stallcup (1971), sapi yang merumput di pangonan mensekresikan saliva 47,0 galon per hari; 39,3 galon bila diberi pakan hay; 28,5 galon bila diberi pakan konsentrat dan hay; 32,5 galon bila diberi pakan konsentrat kubus dan hay; 29,0 galon bila diberi pakan silage.
Saliva mempunyai tekanan permukaan (surface tension) yang rendah, sehingga membantu mencegah terbentuknya buih dalam rumen. Disamping itu saliva juga mempunyai dua peran lain yaitu untuk membasahi pakan sebelum ditelan, sehingga dalam rumen memudahkan mikroorganisme rumen mencerna pakan tersebut, dan juga berfungsi sebagai buffer dalam rumen karena saliva mengandung banyak bikarbonat dan phosphat.

Saliva bersifat alkalis, pada sapi mempunyai pH 8,2.  Asam-asam organik yang dihasilkan oleh mikrobia dalam rumen dinetralkan oleh saliva. Ini menahan pH dalam rumen antara 6,5 sampai 7,5 dan memberikan suasana yang baik untuk perkembang-biakan dan aktivitas mikrobia. Hal ini juga menekan terjadinya buih dari isi rumen yang dapat menyebabkan terjadinya bloat (kembung).

Digesti Mikrobial dalam Reticulo-rumen

Setelah pakan masuk dalam reticulo-rumen, tercampur dengan cairan rumen yang mengandung jutaan mikro-organisme baik bakteri maupun protozoa. Pakan akan tinggal di dalam reticulo-rumen dalam beberapa hari. Selama itu pakan tersebut dicerna oleh sejumlah besar mikro-organisme rumen yang memegang peranan penting dalam pencernaan pakan. Bakteria adalah jenis tumbuhan bersel satu. Protozoa merupakan hewan bersel satu yang juga memakan bakteria dan ingesta / pakan sapi. Mikro-organisme ini memecah karbohidrat kompleks seperti selulosa dan hemiselulosa, dengan proses fermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek melalui aktivitas enzimnya. Asam-asam lemak tersebut kemudian diabsorbsi langsung dari rumen dan reticulum kedalam aliran darah sapi untuk digunakan sebagai sumber energi dan sebagai sumber atom C (karbon) untuk sintesis bermacam-macam komponen penting, termasuk lemak susu.

Hal yang sama, juga protein dalam pakan akan dipecah menjadi peptida, asam-asam amino, amonia, dan amine. Mikro-organisme menggunakan substansi ini untuk memenuhi kebutuhan perkembangan selnya sendiri. Selanjutnya mikro-organisme terbawa aliran pakan menuju intestinum dan tercerna, dan digunakan sebagai sumber protein bagi sapi perah. Karena itu tidak perlu dirisaukan apa sumber protein pakan sapi, karena sebagian besar akan diubah menjadi protein bakterial dan protozoal sebelum benar-benar akan digunakan oleh sapi. Ini juga merupakan alasan bahwa urea (NPN) dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein oleh ruminansia, yang pada ternak monogastrik tidak bermanfaat karena tidak mempunyai cukup banyak mikrobia yang mampu mensintesis protein. Beberapa bagian pakan yang belum terfermentasi yang masuk dalam reticulo-rumen, melalui gerakan yang dihasilkan oleh tulang iga, diaphragma, rumen dan reticulum, pakan tersebut terdorong kembali menuju oesophagus dalam bentuk bolus, dengan tekanan terbalik menuju kedalam mulut. Carian yang terbawa segera terperas dan ditelan kembali, sedangkan sisa bolus yang disebut cud dikunyah kembali menjadi potongan yang lebih halus untuk memungkinkan proses fermentasi dapat berlangsung, kemudian pakan tersebut ditelan kembali. Proses ini yang berulang disebut proses ruminasi, yang diperkirakan menghabiskan waktu sepertiga lama hidup sapi.

Rumen dan reticulum mempunyai kapasitas penampungan yang sangat besar, sekitar 50 galon, dan dengan adanya proses ruminasi memungkinkan sapi untuk mengkonsumsi jumlah pakan yang banyak dalam waktu yang singkat. Pada waktu makan sapi mengunyah pakannya hanya untuk membasahi dengan ludah dan memungkinkan untuk ditelan melalui oesophagus. Baru pada waktu berikutnya sapi melakukan regur-gitasi pakan yang membutuhkan pengunyahan lebih lanjut. Secara alami hal ini mungkin sangat penting untuk mempertahankan hidupnya bagi spesies liar untuk dapat makan banyak secepatnya di padang rumput terbuka, kemudian segera kembali bersembunyi ditempat yang lebih aman.