Ternak

Sabtu, 31 Januari 2015

PENYAKIT BERAK KAPUR (PULLORUM DISEASE) PADA AYAM

Penyakit ayam merupakan kendala utama pada peternakan intensif dilingkungan tropis seperti di Indonesia, karena dapat menurukan produksi. Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat kematian ternaknya (Mutidjo, 1992). Oleh sebab itu, pengamanan dan menjauhkan ternak ayam dari sumber wabah dan hambatan potensial tersebut menjadi prioritas dan perhatian khusus.  Pemilihan indukan yang unggul, pengelolaan yang baik, sanitasi, peningkatan daya tahan ayam dengan vaksinasi dan usaha menjauhkan ternak ayam dari sumber penyakit adalah kunci sukses dalam beternak ayam. Tetapi kurangnya informasi pengetahuan dan pemahaman dalam pengenalan suatu penyakit dapat mengakibatkan kesalahan diagnosis dan pengobatan suatu penyakit pada ayam.
Salah satu penyakit pada unggas adalah penyakit Berak Kapur (Pullorum Disease). Pullorum merupakan suatu penyakit infeksius pada unggas, terutama anak ayam dan anak kalkun, yang ditularkan melalui telur (Tabbu, 2000).  Penyakit Berak Kapur (Pullorum Disease) biasanya ditemukan dalam bentuk sistemik akut pada anak ayam, tetapi lebih sering bersifat local dan kronis pada ayam dewasa.

DESKRIPSI :
Penyakit ini banyak menyerang anak ayam. Terutama umur 1—10  hari. Kebanyakan yang kena lemah dan mati muda. Pada ayam dewasa tidak terlihat gejala - gejala sakit. Ayam yang sembuh  menjadi pembawa sifat dan seumur  hidupnya mengeluarkan bibit penyakit.

ETIOLOGI :
Salmonella pullorum
Bentuk batang, Gram negatif, non motil, tidak berspora, fakultatif aerob.

GEJALA:
1.  Anak ayam : Nafsu makan berkurang. Kotoran encer berwarna putih berlendir dan banyak melekat pada daerah anus. Ayam terlihat pucat, lemah, kedinginan dan suka bergerombol mencari tempat hangat. Sayap tampak kusut dan menggantung, jengger pucat dan berkerut berwarna keabu-abuan.
2.  Ayam dewasa : Menurunnya kesuburan dan daya tetas, depresi, anemia dan kotoran encer warna kuning.
PENYAKIT BERAK KAPUR (PULLORUM DISEASE) PADA AYAM

CARA PENULARAN :
Secara kongenital/vertikal : dari induk ke anak, saat telur di ovarium, oviduk atau kloaka.
Secara horisontal :
1.   oral, melalui pakan, air minum dan litter yg terkontaminasi.
2.  aerogen/udara pernapasan: dalam mesin tetas melalui: debu, bulu-bulu, anak ayam dan pecahan cangkang

PERUBAHAN PASCA MATI :
1.   hati membesar, haemorrhagi, gumpalan darah di rongga perut.
2.   jantung dilatasi, noduli putih keabuan
3.   perikardium : bengkak, perikarditis, cairan fibrinous
4.   limfa, ginjal membesar, jejas nekrotis.
5.   reproduksi betina : folikel keriput, kuning telur memadat dan mengkeju
6.   reproduksi jantan : abses kecil pada testes, penebalan

PENYEBAB :Bakteri Salmonella pullorum

PENANGGULANGAN:
1.   Menjaga sanitasi kandang dan mesin tetas. Fumigasi dengan formaldelhida 40%.
2.   Pemberian vaksinasi sama halnya pada kolera.
3.   Bila ayam terkena sudah parah, sebaiknya dimusnahkan.

PENGENDALIAN :
1.   Perusahaan pembibit yg terserang salmonellosis dilarang keluarkan telur tetas, ayam mati ataupun hidup, kecuali untuk diagnosis.
2.   Ayam yang mati dibakar dan dikubur.
3.   Uji masal pada unggas di atas 4 bulan, yg positif dimusnahkan.
4.  Peternakan yg positif mengandung penyakit dilarang lalu lintas orang, kecuali petugas dan orang yg keluar dari peternakan tersebut harus di suci hamakan.

KERUGIAN EKONOMI :
Turun produksi telur dan  daya tetas, kematian embrio, anak ayam maupun ayam dewasa.

Jumat, 30 Januari 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN MIKROORGANISME

Menurut  Lechowich  (1971)  yang disitasi oleh Soeparno (1992a) dan Stanbury dan Whitaker (1984) pertumbuhan mikroorganisme dibagi  menjadi  empat fase, yaitu: fase lag atau fase tidak ada pertumbuhan , bila  kondisi  lingkungan menguntungkan akan diikuti  dengan  fase  logaritmik  atau fase pertumbuhan eksponensial dengan ditandai   adanya  pertumbuhan  jumlah  populasi  secara  logaritmik  dan  akan berlanjut  sehingga laju pertumbuhan mulai konstan karena terbatasnya faktor lingkungan,  sehingga  mencapai  fase konstan. Pada fase konstan terjadi pengurangan pembelahan sel atau adanya keseimbangan antara laju perbanyakan sel dengan laju kematian. Jika kondisi tidak menguntungkan dengan habisnya nutrisi, terjadi akumulasi hasil metabolik  asam  atau  pengaruh preservasi tertentu maka akan terjadi fase penurunan pertumbuhan atau  yang  disebut fase kematian
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN MIKROORGANISME
Gambar Grafik pertumbuhan mikroorganisme (Schlegel, 1994)
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh temperatur, pH, ketersediaan air dan tekanan osmose, potensial oksidasi‑reduksi, atmosfer (Lawrie, 1995) dan jumlah nutrisi (Schlegel, 1994).

Ketersediaan Nutrisi
            Kebutuhan mikroorganisme tergantung pada air, bahan-bahan yang terlarut dalam air,dan semua unsur yang ikut serta pada pembentukan sel dalam bentuk berbagai senyawa yang dapat diolah. Kebutuhan nutrin pokok meliputi unsur mikro dan makro. Unsur makro terdiri dari C, O, H, N, S, P, K, Ca, Mg dan Fe yang terkandung dalam semua organisme dan unsur mikro atau unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sepura, seperti Mn, Mo, Ze, Pb, Co, Ni, Va, Bo, Cl, Na, Se, Si dan lainnya (Schlegel, 1994).
Sumber-sumber karbon dan energi diambil oleh organisme fotosintesis dengan cara mengoksidasi senyawa-senyawa anorganik dengan memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbon utama. Glukosa, selulosa, dan pati dimanfaatkan sebagai sumber energi. Organisme juga memerlukan zat pelengkap atau suplemen yang digunakan dalam komponen dasar sel yang tidak bisa disintesis dari komponen-komponen sederhana, suplemen tersebut adalah asam amino, senyawa purin, pirimidin dan vitamin. Mikroorganisme juga memerlukan S,  N  dan O2 (Schlegel, 1994).

Temperatur
            Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan mikroorganisme. Suhu tertinggi dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh disebut suhu maksimum dan suhu terendah mikroorganisme masih dapat tumbuh disebut suhu minimum (Lay, 1994). Mikroorganisme mempunyai suhu optimum, yaitu suhu dimana mikroorganisme dapat tumbuh secara oiptimal.
            Setiap mikroorganisme mempunyai kisaran suhu minimal, maksimal dan  optimal untuk tumbuh yang berbeda-beda. Mikroorganisme psikotropik hidup pada suhu refrigerasi dengan kisaran temperatur optimal 15 sampai 20oC. Mesopilik organisme dapat hidup pada suhu 5 – 7oC dengan kisaran temperatur optimal 35 -  40oC. Thermopilik mikroorganisme  dapat tumbuh pada temperatur sampai 80oC (Grau, 1986)
.
Ketersediaan Air
            Mikroorganisme tidak dapat hidup tanpa air, kebutuhan air untuk mikroorganisme sangat spesifik dan biasa disebut dengan aktivitas air (aw/water activity). Aktivitas air adalah perbandingan antara tekanan uap larutan denagan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama (Soeparno, 1992). Air murni mempunyai nilai aw1,00 (Kadar Air 100%).
Nilai aw dari mikroorganisme mendekati air murni dengan kisaran tergantung pada jenis mikroorganisme. Bakteri pathogenik mempunyai kisaran 0,995 sampai 0,980. Bakteri halophilik mempunyai nilai aw optimum pada larutan NaCl 0,80 sampai 0,85. Yeast mempunyai nilai aw antara 0,87 samapi 0,90. Jamur mempunyai nilai kisaran aw0,79 sampai 0,93 (Grau, 1986).

Kebutuhan Oksigen
            Mikroorganisme dapat dipilah berdasarkan kebutuhan akan oksigen, diantaranya adalah aerob obligat, anaerob obligat, anaerob fakultatif dan mikroaerofil (Lay, 1994). 
Mikroorganisme aerobik obligat menghasilkan energi melalui respirasi dengan demikian tergantung pada oksigen. Mikroorganisme obligat anaerobik hanya mampu hidup dalam lingkungan bebas oksigen, karena oksigen bersifat toksik terhadapnya. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan adanya oksigen, jadi bersifat aerotoleran, tetapi mikroorganisme ini tidak dapat memanfaatkan oksigen dan memperoleh energi dengan cara fermentasi (Schlegel, 1994).  Mikroorganisme mikroaerofil memerlukan oksigen dalam jumlah kecil  sekitar 5 sampai 10% (Lay, 1994).

pH
            Setiap mikroorganisme mempunyai pH optimum yang tertentu, sehingga pH awal yang optimum dan mempertahankannya selama pertumbuhan  amatlah penting. Mikroorganisme kebanyakan hidup pada kondisi pH netral dimana terdapat keseimbangan ion H+ dan OH-. Ada juga mikroorganisme yang dapat hidup pada kondisi asam (asidophilik) dan kondisi basa (Schlegel, 1994).
Sewaktu pertumbuhan mikroorganisme seringkali terjadi perubahan pH pada media lingkungan hidupnya. Mikroorganisme yang melaksanakan fermentasi menghasilkan asam sehingga pH akan turun menjadi 3,5. Perubahan lingkungan media dapat menjadi basa dengan adanya metabolisme protein dan asam amino dengan dihasilkannya ion amonium (Lay, 1994).

Rabu, 28 Januari 2015

PERBEDAAN ANTARA KAMBING DAN DOMBA

Ternak kambing/ domba atau sering disebut juga ternak ruminansia kecil merupakan ternak yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia terutama yang berdomisili di areal pertanian/ perkebunan. Selain lebih mudah dipelihara, cepat berkembang biak, dapat memanfaatkan limbah dan hasil ikutan pertanian, ternak kambing/domba juga memiliki pasar yang selalu tersedia setiap saat dan hanya memerlukan modal yang relatif sedikit bila dibandingkan ternak yang lebih besar seperti ternak sapi. Pengetahuan akan perbedaan akan domba dan kambing merupakan hal yang sangat penting dalam mendalami ilmu peternakan, karena domba dan kambing memiliki bentuk yang hampir serupa dan cara hidupnya sama. Domba dan kambing berkaitan erat karena keduanya berada dalam subfamili Caprinae, Pada dasarnya kambing merupakan jenis yang berbeda, banyak masyarakat yang masih menyebut domba adalah kambing dan sebaliknya. kambing dan domba bias dibedakan dengan melihat siklus birahi, taksonomi, ekor,makanan, perilaku, dan tanduk serta kambing biasanya memiliki bulu-bulu yang halus, serta domba memiliki bulu yang kasar dan keriting.


Domba ( Ovis)
Kambing ( Capra)
Tidak Memiliki kelenjar bau yang terdapat di ke empat kakinya
Terdapat kelenjar bau di ke empat kakinya
Tidak berbau tajam
Berbau kuat (prengus) khususnya pada yang jantan
Tidak berjenggot
Berjenggot pada yang jantan
Terdapat celah bibir atas
Tidak ada celah bibir atas
Tanduknya berputar (seperti sekrup) ke arah kanan
Perputaran tanduknya ke kiri
Ekornya lurus ke bawah
Ekornya mencuat keatas
Jumlah kromosom 2n = 54
Jumlah kromosom 2n = 60
Lebih menyukai rumput (tidak selektif)
Lebih menyukai daun-daunan (selektif)

PERBEDAAN ANTARA KAMBING DAN DOMBA
Menurut Devendra dan Burns (1994) kambing dan domba memiliki sistem saluran pencernaan yang serupa, namun menurut Tomaszewska et al. (1993) terdapat perbedaan antara kambing dan domba dalam tingkah laku dan fisiologi pencernaan antara lain:
1.   aktivitas dan cara makan kambing meramban, pemakan semak dan lebih banyak memilih, sedangkan domba merumput dan kurang banyak memilih;
2.   kambing memiliki alat perasa lebih tajam dari domba;
3.   kambing memiliki tingkat sekresi saliva yang lebih besar dari domba;
4.   kambing lebih efisien mencerna hijauan kasar dan waktu penyimpanan pakan dalam saluran pencernaan lebih lama dibandingkan domba;
5.   kambing memiliki konsentrasi NH dalam rumen lebih tinggi dari pada domba;
6.   kambing lebih tahan terhadap tanin sedangkan domba kurang tahan.

Berdasarkan hasil penelitian Elita (2006) bahwa konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, dan volume urine  domba lebih tinggi dari pada kambing. Kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan kering dan bahan organik dan memiliki kemampuan yang sama dalam pertambahan bobot badan. Kambing lebih efisien dibandingkan domba. Berat jenis urine kambing lebih tinggi dibandingkan domba. Perbedaan jenis kelamin pada kambing dan domba tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bahan kering feses, kadar air feses, volume urine dan bj urine. 

Sumber :
Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB  Bandung. hlm: 12 – 35.
 Elita, A. S. 2006. Studi Perbandingan Penampilan Umum Dan Kecernaan Pakan Pada Kambing Dan Domba Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Tomaszewska, M. W., I.M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Universitas Sebelas Maret Press. hlm: 22 -30.

PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA (FPL) PADA KUCING

Feline Panleukopenia (FPL)  adalah suatu penyakit kucing yang disebabkan oleh virus feline parvo, dimana virus ini sangat cepat menular. Dari tahun ke tahun penyakit ini telah dikenal dengan berbagai nama yaitu distemper kucing, enteritis (radang usus disertai memar yang cepat menyebar), demam kucing dan penyakit tifus kucing. Meskipun dikenal dengan berbagai nama, namun sebenarnya penyakit dengan nama berbeda tersebut disebabkan oleh virus berbeda pula. FP virus ini tergolong virus yang jahat, karena dapat membunuh dengan cepat membagi sel-selnya dengan cepat. Kerugian dari penyebaran sel pada virus ini dapat membuat kucing komplikasi dan infeksi/peradangan hasil bakteri.
UMUR YANG DISERANG
FPL merupakan penyakit yang menyerang segala umur kucing dan dapat menimbulkan banyak kematian kucing terutama pada anak kucing dapat mencapai kematian 75%. Anak kucing, kucing sakit dan kucing rumahan yang tidak divaksin adalah lebih rentan tertular dibandingkan dengan kucing tua yang biasanya lebih tahan karena mempunyai kekebalan bawaan atau sudah berulang kali terinfeksi. Feline panleukopenia (FPL) merupakan penyakit fatal pada kucing muda, yang hampir sama seperti distemper pada anjing.
PENYEBAB
Penyakit ini disebabkan oleh virus termasuk Famili Parvoviridae yang menyerang jaringan pembentuk darah dan limfe, dan juga mukosa organ gastro intestinal sehingga menyebabkan  penurunan jumlah leukosit dan enteritis.
LOKASI YANG DISERANG
Feline panleukopenia virus termasuk ke dalam virus tipe DNA famili parvoviridae subgrup feline parvovirus, virus ini masuk melalui mulut ataupun hidung menuju tonsil dan limfoglandula di daerah tenggorokan dan kemudian menginfeksi serta mengancurkan sel-sel yang aktif melakukan pembelahan seperti sel-sel pada sumsum tulang, jaringan limfoid, epitel usus, cerebellum dan retina, serta sel-sel pada anakan. Virus ini akan menekan produksi sel darah putih di sumsum tulang sehingga jumlah seluruh sel darah putih berkurang sehingga penyakit ini dinamakan panleukopenia. Di saluran usus virus ini menyebabkan ulcer yang memicu terjadinya diare, dehidrasi, dan infeksi oleh bakteri. Sebagian besar kasus kematian terjadi akibat dehidrasi dan infeksi bakteri yang parah.
Pada induk kucing yang bunting virus akan menular secara intraprasental dan menyerang embrio atau fetus secara cepat sehingga menyebabkan kematian embrio, mumifikasi, aborsi, dan lahir mati. Infeksi pada saat kelahiran akan menyebabkan kerusakan pada epital germinal di cerebelum yang mengakibatkan hipoplasia cerebral, inkordinasi, dan tremor karena cerebelum merupakan bagian dari sistem syaraf pusat yang mengkoordinasikan keseimbangan dan pergerakan. Virus akan berada dalam jumlah banyak di semua sekresi dan ekskresi kucing seperti feses, urine, muntah, saliva, dan mukus selama fase akut dari penyakit ini dan dapat bertahan pada feses kucing selama 6 minggu setelah penyembuhan.
CARA PENULARAN
Penularan virus ini terbawa melalui angin atau perantara mamalia lain. Bisa juga  ditularkan melalui semua cairan tubuh seperti tinja, muntahan, urin, air liur dan lendir. Penularan lain melalui transmisi termasuk kutu, gigitan serangga, dan lainnya. Jadi, karantina kucing Anda jika terindikasi terkena penyakit ini dan jauhkan ia dari kucing yang sehat. Feline panleukopenia tidak menular ke manusia tetapi dapat menginfeksi jenis peliharaan terutama yang rentan infeksi seperti musang, minks, sigung dan berang-berang. Walaupun tidak menular pada manusia, tapi untuk pencegahan ada baiknya jika ingin memegang kucing yang menderita distemper gunakan masker.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar infeksi dari virus panleukopenia berlangsung secara subklinis. Kucing yang terinfeksi sebagian besar terkena pada saat berumur di bawah 1 tahun. Gejala klinis yang terlihat yaitu demam, depresi, dan anorexia selama periode inkubasi 2-7 hari. Muntah akan terlihat 1-2 hari setelah demam, umumnya berhubungan dengan empedu dan tidak terkait dengan makanan. Diare yang terjadi merupakan gejala yang tampak terakhir. Muntah dan diare terjadi secara teratur, diare terkadang disertai dengan darah. Dehidrasi parah terus terjadi meskipun kucing terus minum. Physical examination menunjukkan adanya depresi yang parah, dehidrasi, dan terkadang adanya rasa sakit di daerah abdomen. Palpasi pada abdomen dapat menginduksi kejadian muntah, selain itu kebengkakan dan penebalan usus serta kebengkakan limfoglandula mesenterica akan teraba. Pada kucing muda dengan kelainan cerebellum akan terlihat gejala ataksia dan tremor. Gejala akan terlihat selama 5-7 hari. Anak kucing yang menderita penleukopenia perakut akan mati dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala klinis (Aiello 2000).
DIAGNOSA
Diagnosis penyakit FPL dapat dilakukan berdasarkan sejarah penyakit, gejala klinis, isolasi dan identifikasi virus serta pemeriksaan serologik. Virus FPL dapat tumbuh secara efisien pada biakan sel lestari ginjal, organ paru-paru, lidah kucing dibandingkan dengan pada biakan sel lain seperti yang berasal dari biakan sel organ anjing (TRUYEN dan PARRISH,1992).  Pemeriksaan serologik untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi terhadap virus FPL didalam serum, pada saat ini sering menggunakan teknik haemagglutination - inhibition (HI) dan atau menggunakan serum neutralization test (SNT) teknik mikro (JOO et al., 1975).
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit panleukopenia pada kucing dilakukan dengan vaksin aktif yang dimodifikasi dan vaksin inaktif. Vaksin aktif tidak boleh diberikan pada kucing bunting, mengalami imunosupresi, sakit, atau kucing di bawah umur 4 minggu. Kucing divaksinasi pada umur 8-10 minggu kemudian diulang pada umur 12-14 minggu, setelahnya diulang setiap tahun.
PENGOBATAN
PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA (FPL) PADA KUCING
Pengobatan berkala bisa menyembuhkan kucing yang terkena panleukopenia. Saat menemukan gejala panleukopenia, segera bawa ke dokter hewan. Dokter hewan dapat memberikan kucing infus untuk mengembalikan tubuh dan hidrat cairan yang hilang. Elektrolit dapat diberikan untuk menyeimbangkan cairan tubuh dan antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder. Kucing biasanya juga akan diberikan obat anti-muntah untuk menghentikan muntah dan mengurangi dehidrasi.

Selasa, 27 Januari 2015

SISTEM PERNAFASAN (RESPIRASI) PADA UNGGAS

Sistem respirasi adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme hidup yang digunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap makhluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunakan untuk pembakaran zat makanan di dalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebrata memiliki alat pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata. Ada dua jenis respirasi yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon dioksida dari sel. Sedangkan respirasi eksternal adalah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan sisa hasil metabolisme selyang berupa O2 (Isnaeni, 2006).
Sistem respirasi pada unggas (ayam) terdiri dari nasal cavities, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, bronchiale dan bermuara di alveoli. Oleh karena unggas memerlukan energi yang sangat banyak untuk terbang, maka unggas memiliki sistem respirasi yang memungkinkan untuk berlangsungnya pertukaran oksigen yang sangat besar per unit hewan.Untuk melengkapi kebutuhan oksigen yang tinggi tersebut maka anatomi dan fisiologi sistem respirasi unggas sangat berbeda dengan mammalia.Perbedaan utama adalah fungsi paru-paru.Pada mammalia, otot diafragma berfungsi mengontrol ekspansi dan kontraksi paru-paru.Unggas tidak memiliki diafragma sehingga paru-paru tidak mengembang dan kontraksi selama ekspirasi dan inspirasi.Paru-paru hanyalah sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah (Sembiring, 2009).
SISTEM PERNAFASAN (RESPIRASI) PADA UNGGAS
Pada burung, tempat berdifusinya gas pernapasan hanya terjadi di paru-paru. Paru-paru burung berjumlah sepasang dan terletak dalam rongga dada yang dilindungi oleh tulang rusuk. Jalur pernapasan pada burung berawal di lubang hidung. Pada tempat ini, udara masuk kemudian diteruskan pada celah tekak yang terdapat pada dasar faring yang menghubungkan trakea. Trakeanya panjang berupa pipa bertulang rawan yang berbentuk cincin, dan bagian akhir trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat syrink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang dapat bergetar. Bergetarnya selaput itu menimbulkan suara. Bronkus bercabang lagi menjadi mesobronkus yang merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan menjadi ventrobronkus (di bagian ventral) dan dorsobronkus ( di bagian dorsal). Ventrobronkus dihubungkan dengan dorsobronkus, oleh banyak parabronkus (100 atau lebih).
Parabronkus berupa tabung tabung kecil. Di parabronkus bermuara banyak kapiler sehingga memungkinkan udara berdifusi. Selain paru-paru, burung memiliki 8 atau 9 perluasan paru-paru atau pundi-pundi hawa (sakus pneumatikus) yang menyebar sampai ke perut, leher, dan sayap. Pundi-pundi hawa berhubungan dengan paru-paru dan berselaput tipis. Di pundi-pundi hawa tidak terjadi difusi gas pernapasan; pundi-pundi hawa hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan oksigen dan meringankan tubuh. Karena adanya pundi-pundi hawa maka pernapasan pada burung menjadi efisien. Pundi-pundi hawa terdapat di pangkal leher (servikal), ruang dada bagian depan (toraks anterior), antara tulang selangka (korakoid), ruang dada bagian belakang (toraks posterior), dan di rongga perut (kantongudara abdominal).
            Masuknya udara yang kaya oksigen ke paru-paru (inspirasi) disebabkan adanya kontraksi otot antartulang rusuk (interkostal) sehingga tulang rusuk bergerak keluar dan tulang dada bergerak ke bawah. Atau dengan kata lain, burung mengisap udara dengan cara memperbesar rongga dadanya sehingga tekanan udara di dalam rongga dada menjadi kecil yang mengakibatkan masuknya udara luar. Udara luar yang masuk sebagian kecil tinggal di paru-paru dan sebagian besar akan diteruskan ke pundi- pundi hawa sebagai cadangan udara.
            Udara pada pundi-pundi hawa dimanfaatkan hanya pada saat udara di paru-paru berkurang, yakni saat burung sedang mengepakkan sayapnya. Saat sayap mengepak atau diangkat ke atas maka kantung hawa di tulang korakoid terjepit sehingga oksigen pada tempat itu masuk ke paru-paru. Sebaliknya, ekspirasi terjadi apabila otot interkostal relaksasi maka tulang rusuk dan tulang dada kembali ke posisi semula, sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar dari tekanan di udara luar akibatnya udara dari paru-paru yang kaya karbon dioksida keluar. Bersamaan dengan mengecilnya rongga dada, udara dari kantung hawa masuk ke paru-paru dan terjadi pelepasan oksigen dalam pembuluh kapiler di paru-paru. Jadi, pelepasan oksigen di paru-paru dapat terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi.
A. Organ-organ yang berkaitan dalam sistem pernafasan pada unggas, yaitu:
1.  Nares Anteriores (lubang hidung), berjumlah sepasang terdapat pada pangkal rostrum bagian dorsal.
2.   Nares Posteriores, lubang pada palatum, hanya 1 buah, terletak di tengah.
3.   Glottis, terletak tepat di belakang pangkal lidah dan melanjutkan kecaudal, ke dalam larynx.
4.   Larink, bagian yang disokong oleh cartilago cricoidea, dan cartilago arytenoidea yang berjumlah sepasang.
5.   Trachea adalah lanjutan larynx ke arah caudal.
6.   Bronchus adalah percabangan trachea ke kanan dan ke kiri, disebut Bronchus dexter dan sinister.
7.  Pulmo, terdapat pada ujung-ujung bronchi berjumlah sepasang, melekat pada dinding dorsal thorax. Pulmo ini dibungkus oleh selaput yang disebut pleura.
8.  Syrinx tersusun dari beberapa annulus trachealis yang paling caudal dan annulus bronchialisyang paling cranial.

B. Fungsi utama dari sistem respirasi, yaitu:
1.   Sebagai jalur untuk keluar masuknya udara dari luar ke paru-paru.
2.   Menyediakan oksigen untuk darah dan mangambil karbondioksida dari dalam darah.
3.   Sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan bentuk komunikasi lainnya.

C. Sistem mekanisme pernafasan pada unggas (burung) menjadi dua macam, yaitu:
1.   Pernafasan pada waktu istirahat.
Pernapasan pada burung di saat hinggap adalah sebagai berikut. Burung mengisap udara lalu udara mengalir lewat bronkus ke pundi-pundi hawa bagian belakang bersamaan dengan itu udara yang sudah ada di paru-paru mengalir ke pundi – pundi hawa, udara di pundi-pundi belakang mengalir ke paru-paru lalu udara menuju pundi – pundi hawa depan. Adapun fase-fase yang terjadi ketika pernafasan istirahat, yaitu:
a.  Fase inspiratio, pada fase ini costae bergerak ke arah cranioventral, sehingga cavum thornealis membesar, pulmo mengembang sehingga udara masuk ke dalam pulmo.
b.  Fase expiratio, pada fase ini costae kembali ke kedudukan semula, cavum thornealis mengecil. Polmu mengempis, udara keluar dari pulmo.
2.   Pernafasan pada waktu terbang.
Saat terbang pergerakan aktif dari rongga dada tidak dapat dilakukan karena tulang dada dan tulang rusuk merupakan pangkal perlekatan otot yang berfungsi untuk terbang.Pada saat terbang, kantung udara berperan sangat penting.Inspirasi dan ekspirasi dilakukan bergantian oleh kantung udara di antara tulang coracoid (interclavicular sac) dan kantung udara di bawah tulang ketiak (subsapular sac).Saat mengepakan sayap (sayap diangkat ke atas), kantong udara di antara tulang coracoid terjepit sehingga udara kaya oksigen pada bagian itu masuk ke paru-paru (inspirasi).Saat sayap terkepak turun, kantung udara di bawah ketiak terjepit sementara kantung udara di antara tulang coracoid mengembang, sehingga udara masuk ke kantung udara di antara coracoid (ekspirasi). Semakin tinggi burung terbang, maka semakin cepat kepakan sayapnya, karena kadar oksigen pada udara di lapisan atassemakin kecil atau menipis.

Kesimpulan
Sistem respirasi adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organismehidup yang digunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Sistem respirasi pada unggas (ayam) terdiri dari nasal cavities, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, bronchiale dan bermuara di alveoli.Sistem respirasi burung tidak memiliki diafragma, melainkan, udara berpindah dan keluar dari sistem pernapasan melalui perubahan tekanan pada kantung udara. Otot yang berada di dada menyebabkan sternum yang akan mendorong ke luar. Hal ini mengakibatkan tekanan negatif di udara kantung, sehingga udara memasuki sistem pernapasan. Respirasi berfungsi menyediakan permukaan untuk pertukaran gas antara udara dan sistem aliran darah, sebagai jalur untuk keluar masuknya udara dari luar ke paru-paru, melindungi permukaan respirasi dari dehidrasi, perubahan temperatur, dan berbagai keadaan lingkungan yang merugikan atau melindungi sistem respirasi itu sendiri dan jaringan lain dari patogen dan sebagai sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan bentuk komunikasi lainnya.

DARTAR PUSTAKA
http://biologilma.blogspot.com/2011/02/sistem-pernapasan-burung.html Di Akses pada tanggal 02 Januari 2012 Pukul 18.18     WIB.
http://blogs.unpad.ac.id/riskyadipradana/2012/04/03/sistem-pernafasan-unggas/ Di Akses pada tanggal 02 Januari 2012 Pukul 18.10 WIB.
http://pertanian.uns.ac.id/~adimagna/IlmuTernak%20UnggasPernapasan.htm Di Akses pada tanggal 02 Januari 2012 Pukul 18.05 WIB.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Karnisius.Yogyakarta.
Sembiring, P. 2009. Buku Ajar dan Penuntun Dasar Ternak Unggas.USU Press. Medan.